12 Pilar Service Leadership : Bagaimana Budaya Layanan dan Kualitas Pelayanan Prima Perusahaan Anda ?

Agus Octa

The 12 Building Blocks of Uplifting Service Culture

Ada banyak strategi bisnis yang bisa ditempuh perusahaan, untuk bisa survive dan unggul di pasar, salah satunya adalah dengan memberikan pelayanan prima.

Dalam dunia bisnis kita mengenal layanan prima, service excellence, excellent service, customer care, customer service, atau apapun namanya pada hakekatnya adalah sama, yang berbeda hanya pada konsep pendekatannya saja.

Inti dari pelayanan prima, excellent service atau service excellence adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan standar atau acuan tertentu.

Jadi dalam service excellence / excellent service / pelayanan prima harus memuat minimal tiga hal pokok ini, yaitu :

  • Peduli dengan konsumen atau pelanggan.
  • Melakukan pelayanan dengan tindakan yang terbaik.
  • Menciptakan, membuat atau memberikan kepuasan pelanggan.

Dimana ketiganya harus dilakukan dengan menggunakan standar layanan tertentu.

Itulah sebabnya keberhasilan dari program pelayanan prima akan tergantung pada bagaimana penyelarasan kemampuan, tindakan, sikap, perhatian, penampilan dan tanggungjawab dalam pelaksanaannya.

Ron Kaufman – best service guru in the world, dalam bukunya yang sangat terkenal ‘Uplifting Service’, menjelaskan bagaimana seharusnya perusahaan yang ingin meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan ke level yang lebih tinggi.

Dalam tulisannya, ada beberapa hal yang sangat luar biasa dan dijadikan pedoman bagi banyak praktisi dan konsultan dalam bidang pelayanan, diantaranya adalah konsep membangun budaya perusahaan yang dikenal sebagai “12 Pilar Service Leadership” atau “The 12 Building Block of Uplifting Service Culture”.

Dalam artikel ini kita akan coba untuk membahas mengenai ke-12 pilar service leadership dari Ron Kaufman tersebut, dengan demikian kita akan memiliki standar arsitektur untuk membangun service culture yang berkelanjutan.

Pilar #1 : Common Service Language

Menggunakan dan mempromosikan common service language atau bahasa layanan umum merupakan pilar  pertama untuk membangun budaya pelayanan prima.

Bagaimana perusahaan menetapkan satu bahasa yang dimengerti oleh seluruh bagian terkait, yang bertujuan agar tidak ada miskomunikasi dan salah pengertian.

Bagaimana perusahaan menciptakan bahasa layanan umum yang bermakna dan menarik, yang memiliki kosa-kata yang mampu memusatkan perhatian dan tindakan semua team layanan perusahaan, yang mampu menunjukan tujuan dan sasaran layanan perusahaan.

Sebuah kejadian yang diakibatkan miskominikasi, kadang bisa berdampak sangat serius dan dapat menimbulkan biaya yang cukup tinggi.

Kita bisa lihat, bagaimana perusahaan besar, nasional dan multinasional yang memiliki istilah khusus yang merupakan bahasa yang harus dipahami dan digunakan oleh semua bagian terkait dalam perusahaan tersebut secara nasional maupun internasional.

Pilar #2 : Engaging Service Vision

Bagaimana perusahaan menetapkan visi pelayanan, yang digunakan sebagai arah untuk menyusun sistem dan strategi pelayanan bagi perusahaan.

Visi pelayanan ini akan menentukan bagaimana budaya pelayanan diterapkan di semua bagian di perusahaan tersebut, baik untuk pelanggan internal, terlebih untuk pelanggan eksternal, seperti konsumen atau pelanggan.

Dalam satu perusahaan, akan ada banyak departmen, akan ada banyak divisi, dimana masing-masing memiliki tujuan dan standar kerja, tetapi untuk pelayanan, mereka memili satu standar, yaitu standar pelayanan perusahaan.

Sebagai contoh adalah bandara Changi, yang memiliki visi layanan yang melibatkan banyak orang, “Many Partners, Many Missions, One Changi.”

Sehingga di Changi, karyawan kedai kopi akan mampu menunjukkan kita lokasi keberangkatan dan bagaimana bisa sampai kesana dengan cepat.

Karyawan maskapai bisa menunjukkan kepada kita, dimana kita bisa membeli souvenir, meski pada menit terakhir.

Bahkan petugas bandara akan bisa menunjukkan kepada kita, dimana letak kantor pos terdekat, serta jam berapa layanan umum dibuka.

Mereka semua bekerja bersama-sama untuk menciptakan pengalamam positif bagi semua orang yang datang ke bandara setiap harinya.

Itulah arti dari Engaging Service Vision, menyatukan dan memberi semangat semua orang dalam satu perusahaan atau organisasi untuk memberikan layanan terbaik mereka dengan standar yang sudah ditetapkan.

Pilar #3 : Service Recruitment

Bagaimana merekrut karyawan yang tepat untuk perusahaan yang menerapkan budaya pelayanan prima, merupakan pilar ketiga yang harus diperhatikan perusahaan yang sedang membangun service culture nya.

Karyawan yang direkrut perusahaan haruslah mereka yang memiliki visi dan karakter dasar yang sama dengan perusahaan.

Yang benar-benar harus diingat oleh perusahaan adalah proses rekruting ini merupakan satu moment yang paling krusial di dalam proses bisnis berikutnya.

Kesalahan memilih orang, akan bisa berakibat kesalahan dalam berbagai aktivitas berikutnya, termasuk dalam pelaksanaan budaya pelayanan prima.

Perusahaan harus mempertimbangkan, seringkali jauh lebih mudah membangun budaya pelayanan yang kuat dengan karyawan yang baru yang memiliki sikap dan midset yang benar daripada bekerja dengan orang yang memiliki skill tinggi tetapi tidak memiliki keselarasan dengan budaya perusahaan yang hendak dikembangkan.

Setiap karyawan dalam perusahaan, akan memiliki tingkat kontribusi dan leverage yang berbeda-beda.

Sebagaian akan membuat perusahaan memiliki kemampuan membangun budaya pelayanan dengan cepat, tapi sebagian justru menghambat atau memperlambat.

Pilar #4 : Service Orientation

Pilar keempat dari uplifting service culture adalah bagaimana membuat karyawan yang baru bergabung dalam perusahaan, langsung bisa akrab dengan lingkungan perusahaan serta menjadi satu keluarga yang utuh.

Yang sering kita lihat saat ada karyawan baru, program orientasi perusahaan lebih fokus kepada pekerjaan kamu utama apa, dimana kamu bekerja (ruang kerja dan meja), berikut data-data yang harus kamu pelajari, mereka kolega kita, berikut peralatan yang kamu / kita gunakan, proses kerja kita demikian, si X atasan kamu, dan silahkan tanya ke saya atau si X hal-hal yang tidak kamu mengerti, selesai, selamat bergabung.

Sebenarnya program induksi sangat penting, karena ini adalah saat pertama karyawan baru tersebut mengenal perusahaan dari dekat, dari dalam, mengenal seperti apa perusahaan tersebut.

Program orientasi tidak sebatas apa, dimana, bagaimana pekerjaan tersebut dikerjakan, atau siapa bos kamu, siapa team kerja kamu, tetapi ada hal yang sangat penting, yaitu mengenalkan lebih dalam kepada karyawan baru tersebut, siapa perusahaan ini, dan bagaimana budaya perusahaan dalam bekerja.

Itu artinya serang karyawan dalam perusahaan tersebut, tidak cukup hanya memiliki knowledge dan skill saja, tetapi karyawan baru tersebut harus mengerti, memahami dan menjalankan budaya perusahaan, sehingga karyawan baru tersebut mengerti bagaimana menggunakan knowledge dan skill tersebut dengan berbudaya.

Sebaliknya, jika karyawan tersebut tidak bisa atau tidak mau menerapkan budaya perusahaan dalam setiap aktivitasnya, maka perusahaan harus segera mengambil tindakan tegas untuk me-manage-out karyawan baru tersebut, sekalipun perusahaan harus mengeluarkan biaya, karena jika tidak, perusahaan akan kehilangan potensi yang memiliki nilai jauh lebih tinggi.

Pilar #5 : Service Communication

Bagaimana mengkomunikasikan visi misi perusahaan kepada seluruh personel di perusahaan dan kepada konsumen, pelanggan atau tamu mereka.

Dengan pilar kelima Uplifting Service Culture ini, maka perusahaan bisa melakukan promosi bahasa layanan mereka, memperluas visi layanan, menjelaskan apa saja langkah-langkah dalam layanan mereka, apa saja tolok ukur atau metrik mereka, apa saja keluhan pelanggan mereka, dan lain sebagainya.

Artinya dengan service communication, perusahaan dapat memberikan informasi dan petunjuk, memberikan motivasi, arahan dan inspirasi, bahkan untuk memberi ucapan selamat.

Service communication akan membuat semua orang selalu up-to-date dengan apa yang sedang terjadi, apa yang berubah, apa yang akan terjadi selanjutnya dan apa yang paling dibutuhkan untuk saat ini.

Sementara bentuk dari service communication bisa bermacam-macam, bisa dengan menggunakan poster, banner, baliho, running text, dalam bentuk gambar, text atau kombinasinya.

Bisa juga sebagai pesan kecil dalam bentuk short messages, statement di sosmed, atau dalam berbagai iklan layanan di smartphone.

Pilar #6 : Service Reward & Recognition

Reward dan recognition dari sebuah pelayanan adalah pilar yang sangat penting, tanpa adanya pengakuan dan penghargaan terhadap hasil kerja karyawan, maka proses untuk meningkatkan kualitas layanan tidak akan berhasil dengan baik.

Service reward dan recognition adalah salah satu cara untuk mengucapkan “terima kasih”, ”hasil kerja kamu dan team sangat baik”, ”tolong dipertahan dan ditingkatkan”, dan lain sebagainya.

Service recognition atau pengakuan atas sebuah layanan adalah akselerator kinerja manusia dan merupakan salah satu cara tercepat untuk mendorong perilaku layanan berulang.

Meskipun reward dalam bentuk uang mungkin meruapakan salah bentuk nyata dari sebuah penghargaan bagi seorang karyawan, tetapi tidak selalu yang paling efektif.

Jadi akan sangat baik jika keduanya, reward dan recognition digabungkan sebagai penghargaan dan pengakuan bagi hasil kinerja layanan mereka.

Dan yang paling utama adalah, penghargaan tulus sepenuhnya yang diberikan manajemen perusahaan, akan mampu meningkatkan kinerja baik yang bersangkutan, maupun mereka yang berada disekitarnya.

Ada banyak cara untuk memberikan penghargaan dan pengakuan layanan ini, seperti :

  • Diberikan pada saat pertemuan (meeting), dan dijelaskan aspek apa saja yang berhasil dilakukan.
  • Diberikan pada saat ada even yang melibatkan banyak orang, baik internal maupun eksternal (saat gathering, anniversary, dan lain-lain).
  • Secara pribadi, secara langsung yang dilengkapi dengan surat tertulis, dengan undangan makan malam bersama keluarga.
  • Tiket liburan khusus, dengan menginap di hotel berbintang dengan ucapan khusus.
  • Dan lain-lain.

Pilar #7 : Customer’s Voice

Suara konsumen ini merupakan pilar yang sangat esential, karena dari customer’s voice inilah perusahaan bisa mengentahui apa yang sebenarnya dibutuhka, diharapkan dan diinginkan pelanggan.

Suara pelanggan harus didengarkan, dianalisa, dibuatkan mekanisme bagaimana mewujudkan apa yang ada dalam suara tersebut.

Perusahaan besar sekelas Microsoft, melakukan analisa dengan cermat atas saran, kritik dan komentar yang masuk ke perusahaan mereka atau yang memang ditujukan ke perusahaan mereka.

Mereka akan menganalisa kata demi kata, dan menghubungkan dengan berbagai driver seperti “Microsoft peduli dengan saya”, “Microsoft it easy to do business with”, Microsoft help me grow my business”.

Ada banyak cara untuk mengumpulkan suara pelanggan kita, bisa menggunakan survey secara formal, hotline, Comment Cards, FGD, social Media channel, dan lain-lain.

Pilar #8 : Service Metrics & Measurement

Perusahaan perlu mendefinisikan apa yang harus diukur dan bagaimana cara paling akurat dan efektif untuk mengukurnya.

Perusahaan harus benar-benar peka dan paham, mana yang dianggap penting oleh pelanggan dan mana yang diutamakan oleh perusahaan.

Perusahaan juga harus menetapkan, alat ukur yang paling bisa diterima oleh konsumen, dimana konsumen atau pelanggan dengan senang hati akan memberikan kritikan, pendapat, harapan atau apapun yang berhubungan layanan yang telah dan sedang diterima dari perusahaan.

Kita sendiri sering menginap di hotel, seberapa sering kita mengisi formulir, angket atau apapun untuk mengetahui apakah kita puas dengan layanan mereka.

Kapan kita senang mengisi atau memberikan pendapat kita, dan kapan kita membiarkannya kosong.

Hal ini harus dipikirkan perusahaan, artinya harus ada standar, alat apa saja yang digunakan, berapa minimal isian yang harus masuk.

Setelah itu, tentukan alat atau bagaimana kita mengukur kepuasan pelanggan, atau bagaimana perusahaan mengukur tingkat layanan perusahaan yang telah diterima oleh pelanggan.

Pilar #9 : Service Improvement Process

Kualitas pelayanan bisa jadi tetap, tetapi persepsi, kebutuhan atau standar layanan dari konsumen dan pelanggan bisa jadi meningkat.

Itulah sebabnya, meski perusahaan sudah memiliki standar pelayanan yang baik, tetap saja standar layanan tersebut harus senantiasa dievaluasi dan ditingkatkan melebihi harapan pelanggan.

Ada banyak instrumen yang bisa digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas layanan konsumen dan pelanggan.

Mulai dari suara pelanggan atau konsumen, aktivitas layanan pesaing, berbagai regulasi, masukan dari mitra kerja hulu dan hilir, sampai berbagai komentar yang masuk ke berbagai media sosial.

Intinya perusahaan harus senatiasa melakukan service improvement, karena dunia selalu beruba, karena harapan dan standar layanan konsumen atau pelanggan senantiasa berubah.

Pilar #10 : Service Recovery

Pada pilar kesepuluh, perusahaan harus melakukan sesuatu ketika terjadi permasalahan dengan produk dan pelayanan dari perusahaan.

Intinya adalah bagaimana konsumen atau pelanggan yang memiliki keluhan tersebut justru semakin menyukai barang atau layanan kita.

Bahwa permasalahan dari pelanggan atau konsumen tersebut selesai itu pasti, itu baru di level standar atau level basic service, dari enam level pelayanan prima (six level of customer service).

Atau paling tinggi masuk ke level tiga, yaitu expected service, yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan (setelah memenuhi apa yang dibutuhkan).

Dalam aktivitas bisnis, keluhan pelanggan itu hal yang pasti akan selalu terjadi, karena kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan akan selalu meningkat.

Yang harus disadari oleh perusahaan adalah bagaimana perusahaan menangani keluhan pelanggan tersebut.

Dimulai dari bagaimana menangani emosi pelanggan, menyelesaikan permalahan pelanggan, membuat pelanggan tersenyum puas dan yang terpenting adalah meningkatkankan loyalitas pelanggan tersebut.

Itulah sebabnya perusahaan harus menyusun sistem untuk menangani keluhan pelanggan, dimana kesadaran dari perusahaan bahwa saat ada keluhan, pasti ada yang kurang dengan produk atau pelayanan perusahaan (minimal bagi yang bersangkutan).

Dan perusahaan harus berterimakasih, karena telah diingatkan bahwa ada yang salah disana, ada yang kurang tepat, atau ada sesuatu yg tidak sampai ke konsumen atau pelanggan sebagaimana mestinya.

Jadi perusahaan akan menyusun bagaimana memulihkan pelayanan agar bisa diterima dan dipersepsi sebagaimana mestinya, serta menjamin konsumen atau pelanggan akan mendapatkan layanan tersebut dari waktu ke waktu.

Pilar #11 : Service Benchmarking

Dalam upaya meningkatkan kualitas service excellence, kita tidak bisa hanya fokus pada standar yang ada dalam perusahaan kita saja.

Tetapi kita harus melihat ke dunia luar, baik perusahaan yang memiliki bidang yang sama maupun bidang yang berbeda yang memiliki praktik pelayanan terbaik.

Service bencmarking akan menunjukkan pada kita, bagaimana orang lain atau perusahaan lain dalam melakukan praktik pelayanan tersebut.

Itu artinya  team pengembangan pelayanan kita harus mengetahui dan memahami, :

  • Bagaimana para pemimpin perusahaan tersebut menciptakan pengalaman layanan yang mengembirakan dan memuaskan bagi pelanggan dan kolega mereka?.
  • Apa saja yang dapat kita pelajari dari perusahaan tersebut?.
  • Bagaimana cara kita mengadopsi dan menerapkannya di perusahaan kita?.
  • Apa saja syarat yang dibutuhkan agar kita / perusahaan bisa melakukan hal tersebut?.

Pilar #12 : Service Role Model

Pilar keduabelas atau pilar yang terakhir adalah service role model atau menjadi seorang pemimpin yang merupakan teladan pelayanan prima bagi seluruh perusahaan.

Seorang pemimpin sejatinya memang harus menjadi teladan bagi seluruh perusahaan, minimal dalam ruang lingkupnya, apakah divisi, departemen, unit bisnis atau yang lainnya, untuk banyak hal.

Demikian pula dengan pelayanan prima atau excellent service, seorang pemimpin, leader, manager, atau yang lainnya harus bisa memberikan contoh apa yang menjadi kebijakan kita, membaca apa yang sudah kita tuliskan, mendengarkan apa yang sudah kita sampaikan, baik untuk layanan internal maupun eksternal.

Empat kali dalam setahun, manajer umum (general manager) sebuah hotel eksklusif yang cukup terkenal di Paris harus menjadi pelayan.

Manajer senior ini melakukan apa yang dilakukan para pegawai yang menjadi bawahan mereka, seperti berdiri di pintu untuk menyapa tamu-tamu yang datang, meletakan tas dan bawaan tamu di troly, dan mengantar tamu tersebut ke kamar mereka.

Mereka menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan feedback dari tamu secara langsung atas layanan yang diberikan hotel tersebut.

Apakah layanan yang diberikan disukai tamu atau ada yang kurang, serta apa saran dari tamu tersebut.

Semua masukkan ini merupakan data yang sangat berharga, dan akan digabungkan dengan data yang sudah masuk untuk dianalisa guna mendapatkan cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan mereka.

Selain itu, sang manajer tersebut akan bergabung dengan semua karyawan, makan bersama mereka, berbincang-bincang dengan mereka mengenai bagaimana mereka mengerjakan pekerjaan mereka, apa saja kendala yang mereka hadapi.

Dengan cara demikian, maka pemimpin tersebut bisa mengetahui sejauh mana implementasi dari semua kebijakan perusahaan dan sekaligus mendapatkan umpan balik serta bisa memberi contoh secara langsung di lapangan.

Demikian pembahasan singkat kita mengenai dua belas pilar service leadership yang bisa kita gunakan untuk meningkatkan kualitas layanan perusahaan kita.

Dengan mempraktekkan dua belas block service culture tersebut, maka diharapkan akan tercipta budaya pelayanan prima / excellent service / service excellence terbaik dari perusahaan, yang mampu meningkatkan pengalaman pelanggan, membuat perusahaan lebih sukses dan bisa lebih berkontribusi untuk masyarakat luas.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog Distribusi Pemasaran Dotcom, jika Anda memiliki pendapat yang berbeda atau ingin menambahkan, silahkan tulis dikolom komentar dibawa ini.

Salam Sukses Sehat dan Bahagia

Picture : thodonal – stock.adobe.com