Iklan dan Pengaruhnya dalam Proses Pembelian Konsumen

Agus Octa

IMC – ADVERTISING  – CONSUMER BUYING BEHAVIOUR

Konsumen, saat melakukan aktivitas pembelian produk tidak terjadi serta merta, tetapi melalui sebuah proses, dikenal dengan perilaku pembelian konsumen (consumer buying behaviour).

Proses pembelian konsumen inilah yang kemudian digunakan oleh para praktisi periklanan dan komunikasi pemasaran untuk bisa mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian.

Bagaimana proses pembelian konsumen, tampak dalam ‘Hierarchy of Effects Model’, sebuah konsep yang diciptakan oleh Robert J. Lavidge dan Gary A. Steiner (1961).

Konsep ini banyak digunakan untuk mempelajari komunikasi pemasaran terpadu – integrated marketing communication  (IMC), untuk menjelaskan tahapan-tahapan dalam proses pembelian seorang konsumen.

Ada enam tahapan proses pembelian konsumen atau perilaku pembelian konsumen (consumer buying behaviour), yaitu :

  • Awareness,
  • Knowledge,
  • Liking,
  • Preference,
  • Conviction,
  • Purchase.

Konsep ini mengatakan, bahwa penjualan hanya akan terjadi jika keenam langkah ini dipenuhi, atau dilalui oleh konsumen.

Biasanya para praktisi akan membagi keenam tahapan pembelian konsumen tersebut kedalam tiga kelompok yang disesuaikan dengan perilaku konsumen (consumer attitude), yaitu :

  • Cognitive,
  • Affective,
  • Conative.

Dan sebagai pelaku pemasaran, tugas kita adalah bagaimana menyampaikan pesan kepada konsumen yang berbasis konsep hierarchy of effects, dengan memperhatikan posisi atau kebutuhan konsumen sasaran tersebut berada.

Konsep Tahapan Proses Pembelian Konsumen
Proses Pembelian Konsumen

Strategi Kognitif (Cognitive – Awareness n Knowledge)

Pada posisi kognitif (cognitive) konsumen masih belum mengenal merek produk, atau telah mengenal, tetapi sebatas mengetahui nama merek  produk tersebut, tidak memiliki pengetahuan yang detail.

Artinya jika kita pemasar ingin membidik konsumen yang sedang pada posisi ini, posisi awareness dan atau knowledge dalam ‘tahapan proses pembelian konsumen’ maka kita perlu mendesain iklan yang bersifat kognitif (cognitive).

Karena memang konsumen pada tahap awareness dan atau konwledge ini akan memproses semua informasi secara kognitif.

Sedangkan definisi Kognitif adalah bagaimana keyakinan sesorang tentang sesuatu yang diperoleh dari proses berfikir (mengingat, menganalisa, memahami, menalar, membayangkan, berbahasa, dan seterusnya yang berhubungan dengan logika).

Sedangkan bagaimana atau seberapa banyak informasi tersebut akan diterima atau diproses oleh konsumen, hal ini tergantung pada motivasi konsumen itu sendiri dan daya tarik informasi bagi konsumen tersebut.

Jadi iklan dan promosi yang kita buat untuk tahap kognitif haruslah :

  • Bersifat informasi yang penting atau dipersepsi penting oleh konsumen (target market), seperti memnonjolkan aspek kelebihan produk atau fitur yang secara umum memang dibutuhkan oleh konsumen (target market).
  • Iklan harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan intelektualitas dan kemampuan pemahaman konsumen tersebut, jangan membuat iklan yang tidak bisa dipahami oleh konsumen yang disasar tersebut.

Afektif (Affective – Liking, Preference n Conviction)

Pada posisi afektif (liking, preference dan conviction dalam tahapan proses pembelian konsumen) ini, konsumen sudah mengenal merek produk, kategori produk dan fungsi produk secara mendasar.

Konsumen masih belum tertarik untuk memilih merek produk atau tidak memiliki alasan mengapa harus memilih merek produk tersebut.

Jika pada fase pertama, fase kognitif lebih dikenal dengan fase berfikir (think), maka pada fase kedua ini konsumen lebih ke sisi emosi, perasaan, suka, pilihan, keyakinan (liking, preference, conviction) atau dikenal dengan fase perasaan (feel)

Jadi kita para pemasar atau pengelola merek, wajib untuk mendesain iklan yang bersifat afektif (affective), yaitu bersifat menyentuh sisi sikap, nilai, perasaan dan emosi konsumen.

Tahap ini akan berbicara mengenai perilaku dan perasaan konsumen terhadap suatu merek produk.

Itulah sebabnya, agar kita dapat mempengaruhi konsumen sasaran, maka kita harus menbuat konten iklan yang diasosiasikan dengan emosi tertentu yang kita ingin konsumen merasakannya.

Jadi sekali lagi, konten iklan harus menyentuh sisi perasaan dan emosi (feel dan emotion), buka lagi ke produk dengan sekian fiturnya.

Contoh iklan yang menyentuh sisi life style (iklan gaya hidup ini yang paling banyak digunakan), nilai-nilai, keyakinan, dan berbagai ranah emosi yang lain.

Komunikasi di Afektif

Dengan kata lain, desain iklan di tahapan ini haruslah :

  • Menyampaikan sebuah keyakinan atau kepercayaan terhadap merek produk melalui pengalaman orang lain yang sudah menggunakan merek produk tersebut, orang yang ahli dalam dalam bidang tertentu atau orang yang dianggap memiliki pengaruh ke masyarakat luas (public figur), melalui testimoni atau ulasan merek produk tersebut.
  • Meyakinkan konsumen sasaran melalui serangkaian pengalaman langsung, yang berhubungan dengan merek produk tersebut, seperti mencoba gratis, sampling, permainan, dan lain-lain.
  • Meyakinkan konsumen dengan memberikan bagaimana merek produk tersebut dapat mewujudkan apa yang sebenarnya menjadi impian dari konsumen dari kategori produk tersebut. Contohnya adalah produk pelangsing, benefitnya adalah melangsingkan, mimpinya konsumen tersebut adalah tampil modis.

Inti dari fase kedua ini adalah bagaimana konsumen yang sudah mengenal merek produk dan sudah memahami kategori produk tersebut menjatuhkan pilihan pada merek produk kita.

Kita harus mampu memberikan alasan yang kuat kepada konsumen sasaran (target market) untuk memilih merek produk tersebut.

Dan yang paling puncak adalah, bagaimana membuat konsumen sasaran tersebut merasa bangga dengan menggunakan merek produk tersebut, dan dengan suka rela memberikan saran ke orang di sekitar konsumen tersebut untuk juga memilih merek produk tersebut (advocave / advocator).

Konatif (Conative – Purchase)

Pada fase ketiga dalam tahapan proses pembelian konsumen, kita memasuki fase tindakan atau fase action, dimana dalam konsep pembelian dikenal sebagai tahap konatif (conative).

Jika dalam fase kedua, afektif (affective), akan berisi tahapan liking, preference dan conviction (menyukai, memilih dan keyakinan), maka pada fase berikutnya ini kita harus memperkuat keyakinan tersebut dan merubahnya menjadi sebuah keputusan pembelian.

Artinya desain iklan haruslah berbentuk dorongan untuk mengambil keputusan pembelian dengan memberikan kebenaran atas keyakinan pilihan yang telah dibuat oleh konsumen, yang didasarkan atas pemikiran dan analisa sebelumnya.

Maksudnya adalah kognitif (cognitive) akan berhubungan dengan intelektual (logika, analisa, pemikiran), afektif (affective) akan berhubungan dengan emosi atau perasaan (suka, lebih suka, pilihan, keyakinan), maka konatif (conative) adalah tindakan yang didasarkan pada intelektual dan emosi.

Ini adalah titik utama di mana konsumen akan melakukan tindakan pembelian / keputusan pembelian atau belum melakukan tindakan pembelian atau malah merubah keputusan untuk tidak melakukan keputusan pembelian.

Jadi jika melihat konsep pembelian konsumen (hierarchy of effects model), konsumen akan mengenal merek produk dan mempelajarinya terlebih dahulu.

Kemudian dilanjutkan dengan merasakan secara emosional, baru kemudian mengambil keputusan untuk melakukan pembelian (atau tidak / belum).

Realita di Lapangan

Saya coba ulangi lagi, proses pembelian secara umum adalah, mengenal produk, mempelajari produk, merasakan produk, menyukai produk, memilih, meyakini pilihan tersebut dan mengambil tindakan pembelian.

Awareness, Knowledge, Feeling & Liking, Preference, Conviction, dan Purchase

Hierarchy of Effect Model

Pertanyaannya adalah, apakah kodisi dilapangan akan bisa sama persis seperti itu ?

Coba kita lihat contoh kasus tahapan atau proses pembelian konsumen berikut ini :

Kasus :

Disebuah konter HP;

  1. Seseorang yang sedang mencari HP,
  2. Merek dan modelnya dia dapatkan dari iklan televisi,
  3. Dia suka banget dengan modelnya yang stylist,
  4. Setelah ditunjukan oleh pramuniaga, dia melihat dan menyentuh HP tersebut
  5. Dia menanyakan harganya, cocok dan langsung membayarnya.

Kejadian yang sama di konter HP;

  1. Sesorang tertarik dengan iklan di televisi mengenai salah satu merek dan type tertentu, datang ke konter dan menanyakan merek dan type tersebut,
  2. Kemudian menanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan spesifikasi HP tersebut,
  3. Pramuniaga mengambil brosur, memberikannya dan menjelaskan lebih detail mengenai spesifikasi dari HP tersebut.
  4. Orang ini menanyakan harga HP tersebut, sembari menanyakan merek lain dengan harga yang sama.
  5. Orang ini membandingkan spesifikasi HP tersebut.
  6. Memilih HP yang awal dilihat, dan membayarnya.

Kejadian ketiga ditempat yang sama, konter HP;

  1. Seorang ibu datang ke konter, melihat-lihat display produk dan menanyakan beberapa merek dan model yang terpajang disana.
  2. Sang pramuniaga mengambil beberapa yang ditunjuk oleh ibu tadi, menjelaskan sekilas, tapi si Ibu tadi tampak asik dengan melihat-lihat beberapa HP tersebut.
  3. Si Ibu menanyakan harga dari beberapa HP tersebut.
  4. Sang pramuniaga mengambil beberapa lagi sebagai pilihan, dengan rentang harga yang sama.
  5. Si Ibu memilih salah satu dan menawar harganya (dijawab bahwa harganya pas, tidak bisa ditawar).
  6. Si Ibu tersenyum, meminta diajarin sedikit tentang fitur sederhana di menunya, dan membayar HP tersebut.

Analisa :

Bagaimana dengan ketiga kasus tersebut, sama-sama dikonter HP, sama-sama mencari HP, namun dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Ada yang datang karena suka dengan model dan warnanya yang menurutnya sangat stylist, cocok untuknya ( kasus pertama).

Bisa juga dengan mengetahui spesifikasinya terlebih dahulu dengan detail, mencoba membandingkan dengan merek dan model yang lain di harga yang sama, baru memutuskan membeli produk tersebut (kasus kedua).

Ada yang hanya menanyakan harga dari produk tersebut, model dia lihat sebentar, spesifikasi tidak masuk dalam pemikiran, merasa cocok, dibeli dan berusaha untuk mengetahui apa saja benefit yang bisa didapat dari produk tersebut (kasus ketiga).

Artinya, ada konsumen yang hanya membutuhkan elemen afektif saja untuk langsung melangkah ke phase konatif (keputusan pembelian).

Ada juga konsumen yang membutuhkan elemen kognitif dengan sangat detail, baru mengambil keputusan pembelian (konatif), kemudian baru memikirkan hal lain yang berhubungan dengan afektif.

Dan ada juga yang langsung melakukan tindakan pembelian (konatif), dengan menanyakan harga dan menyetujuinya, baru memilih model (aspek afektif) dan tidak pernah menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan aspek kognitif.

Artinya urutan yang ada tidak selalu

kognitif > afektif > konatif.

Bisa juga

afektif > konatif  atau kognitif > konatif > afektif.

Dan bisa juga

konatif > afektif atau konatif > kognitif.

Kesimpulan :

Jika demikian, bagaimana cara kita merumusakan sebuah iklan (atau promosi lainnya)?, bagaimana urutannya ?.

Intinya adalah konsumen, bisa mengambil keputusan dari sisi afektif saja, tanpa perlu melakukan berbagai pertimbangan , ini sering terjadi di produk dengan merek yang sudah terkenal (branded).

Tetapi ada juga konsumen yang tetap membutuhkan banyak informasi mengenai produk (product knowledge), berbagai fitur yang dimiliki, baru memutuskan pembelian.

Kalau begitu, sebuah iklan memang benar-benar harus disiapkan untuk semua kondisi diatas, iklan harus siap untuk memberikan respon kognitif, afektif dan konatif dari konsumen.

Baca juga :

Terima kasih sudah berkunjung ke blog Distribusi Pemasaran Dotcom, semoga Anda mendapatkan manfaat, dan jangan lupa untuk memberikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah ini.

Salam sukses sehat dan bahagia

Artikel ini diterbitkan pertamakali pada 30 July 2020 (03:28 pm), dan telah di-updated agar lebih informatif.

Picture : Octapix

5 thoughts on “Iklan dan Pengaruhnya dalam Proses Pembelian Konsumen”

Comments are closed.