Pelanggan adalah Raja, Benarkah?

Agus Octa

CUSTOMER MANAGEMENT

Kita seringkali dibuat bingung antara konsep kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan konsep pelanggan adalah raja yang juga memiliki arti untuk menomorsatukan pelanggan.

Dalam kasus pelanggan adalah raja, akan terbersit pengertian bahwa pelanggan bukan saja harus dinomorsatukan, tetapi ada pengertian bahwa pelanggan tidak pernah salah.

Jika pelanggan tidak pernah salah, maka apapun yang dilakukan pelanggan selalu benar, termasuk apa yang menjadi permintaan dan pendapat pelanggan juga benar. Seperti raja.

Sementara dalam konsep kepuasan pelanggan (customer satisfaction), tidak demikian, karena bisa saja pelanggan membuat kesalahan, atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan / ketentuan yang sudah dibuat perusahaan.

Dan untuk memberi kepuasan ke pelanggan, akan berbeda untuk satu dan lainnya, karena setiap orang, termasuk pelanggan memiliki perpsepsi yang berbeda tentang kepuasan atau standar kepuasan.

Dahulu, banyak perusahaan yang menggunakan konsep customer is the king, pelanggan adalah raja, pelanggan tidak pernah salah dan harus serba didahulukan, dan seterusnya.

Dan ternyata, banyak perusahaan yang pada akhirnya mengalami kesulitan untuk menjalankan konsep pelanggan adalah raja tersebut.

Slogan dari konsep tersebut memang mudah dan indah untuk diucapkan, tetapi sangat sulit untuk dijalankan, apalagi untuk beberapa jenis produk dan jasa yang harus melayani pelanggan yang beragam.

Akibatnya bisa ditebak, banyak perusahaan yang gagal mengimplementasikan konsep tersebut, bahkan bagi beberapa perusahaan justru menjadi bumerang ketika menjalankan konsep tersebut.

Perbedaan Pelanggan Adalah Raja dengan Kepuasan Pelanggan

pelanggan adalah raja

Pada saat perusahaan menjalankan konsep customer is the king, perusahaan sering bingung, karena tidak tahu, sampai dimana seorang pelanggan harus dipuaskan.

Itulah salah satu hal yang menjadi alasan, mengapa banyak perusahaan yang kuwalahan dan memilih mundur pada saat menjalan konsep tersebut.

Sebagai gantinya, banyak perusahaan menjalankan konsep kepuasan pelanggan atau customer satisfaction, yang memiliki ending yang sama dengan konsep pelanggan adalah raja, yaitu memuaskan pelanggan.

Tujuan akhirnya memang sama, memberikan kepuasan pelanggan, tetapi mekanisme atau prosesnya berbeda.

Dalam konsep pelanggan adalah raja, akan ada pengertian pelanggan tidak pernah salah, apapun itu, pelanggan selalu benar dan harus diberikan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhannya.

Sementara dalam konsep kepuasan pelanggan, tidak demikian, pelanggan tidak memiliki nilai kebenaran yang absolut, pelanggan bisa membuat kesalahan.

Jadi sebenarnya harus dibedakan antara konsep “kepuasan pelanggan” dan konsep “pelanggan adalah raja” tersebut.

Seperti yang ditulis Valarie Zeithaml dalam bukunya, Delivering Quality Service.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa seorang pelanggan merasa puas atau tidak puas tergantung dari gap yang terjadi antara tingkat harapan (expectation) dan tingkat persepsi (perception) yang dimilikinya.

Secara umum, tinggi dan rendahnya tingkat harapan seorang pelanggan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

  • Personal need; pada saat pelanggan tersebut mempunyai kebutuhan yang pribadi,
  • Past experience; dari sekian pengalaman sebelumnya yang dimiliki pelanggan tersebut,
  • Word of mouth; bisa juga dari apa yang telah didengar dari orang lain,
  • External communication; janji yang mereka dapatkan lewat komunikasi, dan ini biasanya yang paling besar meningkatkan harapan pelanggan.

Dari empat hal tersebut, tiga hal pertama, secara umum menjadi tanggung jawab pelanggan yang bersangkutan, tidak berhubungan secara langsung dengan perusahaan (meski bisa menpengaruhi).

Seperti yang kita tahu, seorang pelanggan bisa juga mempunyai harapan yang melambung tinggi, yang disebabkan janji yang diberikan lewat komunikasi (external communication).

Zeithaml dalam bukunya berpendapat, bahwa tiga hal pertama yang menjadi penyebab tingginya harapan pelanggan merupakan tanggung jawab pelanggan itu sendiri, akan tetapi untuk faktor keempat perusahaan harus mampu mengendalikannya.

Artinya jangan memberikan janji yang kita tidak tahu cara untuk memenuhinya, tapi berikanlah janji yang benar-benar bisa  kita penuhi.

Dan akan lebih baik jika kita bisa memenuhi janji tersebut dengan melebihi harapan pelanggan tersebut.

Berikan Janji, Hanya Jika Bisa Memenuhi

Kayak yang lagi romantisan saja, berikan janji hanya jika bisa memenuhi, jika tidak ingin membuat kecewa yang kita beri janji.

Tapi memang benar kan, kalau kita tahu tidak mungkin bisa memenuhi janji tersebut, terus kita berikan dan di kemudian hari ditagih, kita pasti kelabakan, dan endingnya yang kita beri janji kecewa.

Hal yang sama juga terjadi di perusahaan, jika perusahaan tidak sanggup, maka sebaiknya tidak memberikan janji, atau jangan memberikan janji yang terlalu muluk, alias over promise.

Nanti justru dianggapnya cuma mengumbar janji.

Tugas kita atau perusahaan yang pertama adalah meletakkan tingkat harapan pelanggan pada proporsi yang seharusnya.

Tugas selanjutnya, perusahaan harus berusaha untuk bisa memenuhi janji tersebut, bahkan akan lebih baik jika bisa melampauinya.

Kalau terjadi gap negatif, dalam artian tingkat persepsi yang tercipta lebih rendah dari tingkat harapan, maka pelanggan akan kecewa (dissatisfied).

Sebaliknya jika terjadi gap positif, maka pelanggan akan terpuaskan, apalagi jika gap positif tersebut cukup besar, maka tingkat kepuasan pelanggan juga akan semakin tinggi.

Di dalam pesawat, awak pesawat akan menyampaikan pesawat akan segera mendarat sekian menit lebih lama dari estimasi, misal 15 menit lagi.

Maka pelanggan akan memiliki harapan yang sama, yaitu pesawat akan mendarat dalam waktu 15 menit lagi, yang dalam kenyataannya pesawat tersebut mendarat lebih awal dari 15 menit.

Ini adalah salah satu cara perusahaan penerbangan mengendalikan harapan penumpang (pelanggan), dengan memberi janji 15 menit dan bisa dipenuhi kurang dari 15 menit.

Apa yang terjadi ketika pesawat tidak segera landing setelah 15 menit?.

Sebuah bank secara tiba-tiba menyediakan dan menawarkan air minum dalam kemasan dan permen pada para nasabahnya yang sedang antri di siang hari yang panas, bisa menciptakan gap yang positif.

Karena secara umum bank tidak melakukan hal yang demikian, sehingga ketika bank tersebut menyediakan dan menawarkan air minum dan candy, hal tersebut diluar harapan pelanggan.

Menyenangkan pelanggan atau delighting the customer merupakan salah satu cara perusahaan untuk memberikan dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Perusahaan yang mampu memenuhi atau memberikan melebihi tingkat harapan pelanggan akan mampu memuaskan pelanggannya.

Dan itulah inti dari konsep kepuasan pelanggan atau customer satisfaction, bagaimana cara memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Dan jelas konsep ini memiliki proses yang jauh berbeda dengan konsep pelanggan adalah raja atau customer is the king.

Benarkah Pelanggan adalah Raja?

Konsep pelanggan adalah raja pada hekekatnya adalah untuk menunjukkan betapa pentingnya keberadaan seorang pelanggan bagi sebuah bisnis.

Pelanggan adalah pihak yang memiliki bargaining power yang tinggi, dan secara umum lebih tinggi dari pihak penjual.

Pelanggan lebih banyak menentukan terjadinya sebuah dealing, dengan kekuatan ‘yes’ mereka.

Kehilangan pelanggan bisa menjadi awal kolapsnya sebuah bisnis, atau setidaknya akan terjadi penurunan penjualan dari yang seharusnya.

Sehingga perusahaan akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelanggan betah dan meningkat jumlahnya.

Salah satunya adalah dengan menjalankan konsep pelanggan adalah raja tersebut.

Tidak ada yang salah dengan konsep tersebut, tetapi kita semua tahu, ada banyak beragam pelanggan yang datang dalam bisnis kita.

Beberapa pelanggan bisa memahami bagaimana kita memperlakukan mereka, dan tidak banyak menuntut, bahkan cenderung memakluminya.

Tapi beberapa yang lain kadang berlebihan, meminta layanan yang kadang tidak melihat keadaan dan kondisi yang sedang terjadi.

Perilaku pelanggan yang demikian seringkali datang dari sisi pelanggan itu sendiri yang memang buruk dan lebih suka mencari kesalahan pihak lain.

Atau dari mereka yang memang ingin dinomorsatukan tanpa perduli dengan pihak lain yang juga membutuhkan layanan yang sama.

Dengan kata lain, kadang ada pelanggan yang menuntut lebih dari yang bisa dilakukan perusahaan, menggunakan standarnya sendiri untuk mengukur layanan yang kita berikan.

Customer is not the king, because they are not always right, they might be wrong.

Secara umum yang namanya raja tidak bisa salah, tapi pelanggan bisa salah, jadi pelanggan bukanlah raja.

Pelanggan adalah orang yang penting bagi perusahaan, bagian pentings ebuah bisnis, yang harus diperlakukan dan dilayani dengan dengan baik, selama apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan tersebut wajar dalam standar layanan bisnis kita.

Masalah salah dan benar sebetulnya juga tidak absolut, jadi menjadikan pelanggan raja berarti kita harus memberikan pelayanan apapun, tanpa melihat siapa salah dan siapa benar.

Hal semacam ini berbahaya dan bukan sesuatu yang dimaksud dalam konsep kepuasan pelanggan.
Memang benar jika kita tidak pernah melakukan sesuatu (janji), maka kita tidak akan pernah salah.

Tetapi cara ini akan membuat pelanggan menjauh dan tidak pernah datang dalam bisnis kita, jadi kita tetap harus memasang janji atau klaim tersebut.

Bahkan dalam pemasaran kita diajari untuk memasang ‘janji’ atau klaim yang harus berbeda dengan yang dibuat pesaing bisnis kita.

Jadi kita harus membuat klaim yang proporsional,  dalam artian jangan terlalu rendah, tapi juga jangan terlalu tinggi, sehingga kita tidak bisa memenuhinya.

Sekalipun kita sudah bisa memenuhi janji yang kita berikan, tidak ada jaminan pelanggan tidak akan memberikan keluhan.

Dan jika pelanggan mengeluh dan marah karena kecewa, maka tugas pertama kita adalah mendengarkan keluhannya dengan baik, dan jangan membantah dulu.

Listening is powerful, karena lewat cara mendengarkan dan membiarkan pelanggan menyampaikan keluhan itulah kita akhirnya tahu bahwa kekecewaan pelanggan tersebut sebenarnya terjadi karena kesalahan kita atau kesalahan diri mereka sendiri.

Jika memang kesalahan tersebut ada pada kita, dalam arti perusahaan tidak bisa memenuhi janji, maka harus secepat kilat meminta maaf dan memenuhi janji tersebut.

 Tapi kalu pelanggan yang salah, dikarenakan menagih susuatu yang tidak pernah kita dan perusahaan janjikan, tugas kita adalah menjelaskannya sesara baik-baik duduk perkaranya.

Dan pada kondisi ini, kita tidak perlu minta maaf karena kita memang tidak bersalah, karena permintaan maaf tidak pada tempatnya akan membuat kita jadi ‘tampak bersalah’.

Yang jelas kita harus memberikan penjelasan dengan sopan dan baik, usahakan supaya dia mengerti bahwa kesalahan itu sebenarnya bukan dari pihak kita atau perusahaan kita.

Baca juga :

5+ Strategi Kepuasan Pelanggan, untuk Meningkatkan Loyalitas Pelanggan

5 Keberatan Konsumen dan Cara Mengatasinya

Penutup

Untuk memberikan dan meningkatkan kepuasan pelanggan kita harus melakukan usaha-usaha untuk melaksanakan customer education supaya pelanggan tidak salah mengerti.

Berikan edukasi lewat penjelasan yang ada di tabel, instruksi, petunjuk, buku pedoman penggunaan barang/jasa, bahkan lewat website, media sosial atau berbagai media yang bersentuhan dengan pelanggan kita.

Dengan cara demikian kita akan dapat mengurangi kesalahpahaman dari sang “Raja” tersebut.

Jadi jelas sudah bahwa memberikan kepuasan pelanggan tidak harus dengan menjadikan pelanggan raja tanpa kesalahan.

Bagaimana dengan Anda?, apakah pelanggan Anda adalah raja, atau seseorang yang memang penting bagi bisnis Anda?.

Terima kasih atas kunjungan Anda di blog Distribusi Pemasaran dotcom, semoga Anda mendapatkan manfaat.

Salam sukses sehat dan bahagia.

Picture : LSE – London School of Economic, depositphotos