Sebelum memasuki artikel ini lebih lanjut, apakah Anda pernah mendengar istilah ‘conformity’ atau ‘konformitas’?
Mungkin Anda seringkali mendengar bahwa konformitas merupakan suatu ‘budaya ikut-ikutan’, dan mirip seperti konsep ‘Bandwagon Effect’.
Lalu, apa itu konformitas? Dan bagaimana perannya dalam reference group dan brand communities?
Mari kita mencari tahu jawabannya pada artikel singkat berikut ini.
References Group, Apa Itu?
Kelompok referensi atau reference group dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang secara signifikan dapat mempengaruhi evaluasi, opini, preferensi, ataupun perilaku konsumen.
Sekelompok orang yang dapat menjadi ‘tokoh referensi’ merupakan pihak yang berpengaruh bagi banyak orang, dan umumnya memiliki dua kategori.
- Membership Reference Group, merujuk pada sekelompok orang yang kita kenal dan mampu memberikan pengaruh signifikan pada perilaku kita, seperti teman sekolah yang populer, orang tua, sesama anggota klub, dan sebagainya.
- Aspirational Reference Group, merujuk pada sekelompok orang yang tidak kita kenal, namun kita kagumi dan mampu memberikan kita aspirasi yang kuat, seperti pebisnis hebat, selebriti, atlet, dan sebagainya.
Terdapat suatu penelitian mengenai sejauh mana pengaruh dari reference group ini, menggunakan sekelompok perokok di Amerika Serikat.
Ditemukan hasil bahwa para perokok cenderung berkumpul dengan sesama perokok, dibandingkan dengan teman, kerabat, atau bahkan rekan kerjanya yang tidak merokok.
Sebab itulah, perokok juga akan cenderung berhenti merokok ketika ada satu orang dalam kelompoknya yang juga berhenti merokok.
Hal ini akan menciptakan efek ‘riak’ yang memotivasi orang lainnya untuk berhenti merokok juga.
Tidak mengherankan, bukan, apabila banyak perusahaan yang mengadopsi strategi pemasaran ini dengan memanfaatkan daya tarik reference group dan brand atau produk yang mereka gunakan?
Kita ambil contoh sederhana mengenai seorang pemain basket amatir yang mengidolakan Dwyane Wade, memiliki kemungkinan untuk tertarik membeli sepasang sepatu Air Jordan 12 Dwyane Wade PE.
Lalu, menurut Anda, apakah konsep reference group ini dapat bekerja pada semua jenis produk dan perilaku konsumen?
Tentu saja tidak, dimana pengaruh dari reference group ini tidak akan bekerja dengan cara yang sama untuk semua jenis produk ataupun aktivitas konsumen.
Misalkan, ketika kita hendak membeli produk yang tergolong murah, sederhana, dan rendah resiko, kita akan cenderung tidak mempertimbangkan preferensi orang lain.
Brand Communities, Apa Itu?
Brand communities atau komunitas merek dapat diartikan sebagai sekelompok konsumen yang saling berbagi mengenai penggunaan atau minat pada suatu brand atau produk yang sama.
Brand communities ini dapat berupa komunitas mobil, teknologi, makanan tertentu, grup musik, dan bahkan untuk brand atau produk yang sudah tidak ada lagi.
Umumnya, brand communities memiliki anggota yang hanya bertemu ketika terdapat acara atau festival merek yang disponsori oleh perusahaan community-oriented.
Contohnya, seperti Jeep ataupun Harley-Davidson.
Terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa anggota brand communities akan mengembangkan sikap positif mengenai produk dan mengarah pada brand loyalty.
Bahkan, mereka akan cenderung menitikberatkan pada brand, dan tidak terlalu terganggu ketika terdapat kegagalan produk atau kualitas layanannya.
Mereka juga tidak akan berganti merek, walaupun mereka mengetahui bahwa pesaing memiliki produk yang sama dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik.
Selain brand loyalty, para anggota brand communities juga merupakan kandidat yang baik dalam melaksanakan strategi buzz atau viral marketing.
Mengenal Konformitas
Conformity atau konformitas, atau biasa kita kenal dengan istilah ‘budaya ikut-ikutan’.
Konformitas dapat pula didefinisikan sebagai suatu keyakinan atau bentuk tindakan yang dapat berubah sebagai reaksi dari tekanan kelompok.
Kita akan terus hidup dengan menyesuaikan diri pada kelompok, baik dalam hal kecil sekalipun.
Banyak aturan tak tertulis yang memiliki pengaruh signifikan dalam perilaku konsumen, seperti penggunaan barang pribadi yang dinilai pantas, pemberian hadiah, peran gender, dan sebagainya.
Konformitas tentu saja memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan perilaku konsumen dalam reference group ataupun brand communities.
Konformitas dapat memicu bandwagon effect atau budaya ikut-ikutan dalam reference group dan brand communities.
Kita ambil contoh, salah satu rekan kerja wanita yang populer (reference group) membeli sebuah tas tangan yang sedang tren saat ini.
Dikarenakan daya tarik yang dimiliki reference group, sebagian besar wanita di kantor juga akan tertarik membeli tas dengan brand yang sama.
Atau, efek buzz marketing yang dihasilkan oleh para brand communities, yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian kita.
Namun, perlu diketahui bahwa meskipun kita sering mengamati terbentuknya konformitas di berbagai tempat, sebenarnya efek ini tidak selalu terjadi.
Berikut beberapa penyebab umumnya.
Cultural Pressure
Adanya tekanan kultural atau budaya dapat mendorong konsumen untuk membaur dengan kelompok sosial, ataupun tidak.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa masyarakat Asia cenderung bersikap konformitas dengan cara mengikuti atau memilih alternatif pilihan mayoritas.
Sebaliknya, masyarakat Eropa seringkali memilih suatu alternatif pilihan yang menonjol, dan minim konformitas.
Fear of Deviance
Seringkali perilaku konsumen dipengaruhi oleh kepercayaan seseorang mengenai sanksi yang diberikan kelompok sosial pada perilaku yang tidak sesuai (non-conforming).
Kita ambil contoh, seorang anak sekolah yang bersikeras meminta orang tuanya untuk membelikan dia tas dan sepatu branded, agar tidak di-bully oleh teman sekolahnya.
Dalam hal ini, perilaku pembelian konsumen didasarkan pada kepercayaan bahwa tas dan sepatu non-branded adalah suatu hal yang tidak sesuai dalam kelompok sosialnya.
Commitment
Semakin banyak orang yang menghargai dan berdedikasi pada suatu kelompok, maka semakin besar motivasinya untuk menyesuaikan diri dengan keinginan kelompok tersebut.
Kita ambil contoh sederhana mengenai grup musik asal Korea Selatan, yaitu BTS.
Fans BTS akan cenderung melakukan apapun yang diminta oleh idola mereka.
Misalkan, ketika BTS mempromosikan album terbarunya, maka fans akan berbondong-bondong untuk membeli album beserta merchandise-nya, walaupun dengan harga yang tinggi.
Group Unanimity, Size, and Expertise
Ketika suatu kelompok mendapatkan kekuatan yang besar, maka tingkat kepatuhan konsumen akan cenderung meningkat.
Coba Anda bayangkan, menolak tuntutan dari satu orang akan lebih mudah dibandingkan menolak tuntutan sejumlah besar orang, bukan?
Inilah yang dinamakan ‘mentalitas massa’ atau ‘mob mentality’.
Kita ambil contoh mengenai produk matcha snack yang sedang diiklankan di media sosial.
Ketika kita menonton suatu video penjualan produk matcha snack secara live, dan melihat banyaknya notifikasi konsumen lain yang membeli produk tersebut, kita juga akan tertarik untuk membeli.
Ditambah banyaknya komentar positif konsumen yang menuntut kita untuk mencoba produknya secara langsung, maka kita akan semakin tertarik untuk membeli dan mencobanya.
Susceptibility to Interpersonal Influence
Kerentanan terhadap pengaruh interpersonal merujuk pada kebutuhan konsumen yang bertujuan agar orang lain menganggap dirinya lebih tinggi.
Umumnya, konsumen yang tidak memiliki kerentanan ini, akan cenderung role-relaxed dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Contohnya, iklan mobil Subaru yang mentargetkan konsumen role-relaxed, dengan klaimnya mengenai ‘I want a car, don’t tell me about winning the respect of my neighbors’.
Contoh lainnya, desain dinding kaca pada restoran fast food, seperti McDonald’s, KFC, atau Pizza Hut, yang bertujuan untuk memenuhi susceptibility to interpersonal influence konsumen.
Artikel Terkait: Yuk, Ketahui Grup dan Kekuatan Sosial dalam Perilaku Konsumen!
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa, brand community dapat menyatukan berbagai jenis konsumen yang memiliki ketertarikan yang sama dengan suatu produk.
Perusahaan seringkali mendorong komunitas ini untuk membentuk brand loyalty dan memperkuat ikatan antar anggota komunitas.
Selain itu, adanya brand community juga dapat menjadi reference group bagi sebagian besar konsumen, yang tentu saja akan mempengaruhi bagaimana perilaku pembeliannya.
Konsumen menyesuaikan diri dengan keinginan kelompok sosialnya, dikarenakan dua alasan mendasar.
- Konsumen percaya bahwa tindakan yang dilakukan orang lain merupakan tindakan yang benar.
- Konsumen mengikuti tindakan orang lain untuk diterima dalam kelompok tersebut.
Demikianlah penjelasan mengenai peran konformitas dalam reference group dan brand community.
Terima kasih sudah mampir di blog Distribusi Pemasaran dotcom, semoga artikel singkat ini bermanfaat.
Salam sukses, sehat, dan bahagia.
Picture: Freepik