Perilaku Kepatuhan Konsumen
Sebelum kita masuk lebih jauh mengenai perilaku kepatuhan konsumen dan pengaruh sosial, coba Anda simak cerita singkat berikut ini.
John sedang berbelanja mesin pemotong rumput baru, dan sudah beberapa jam membandingkan sejumlah model yang berbeda, hingga mulai kelelahan secara mental karena kebingungan.
Namun, untungnya John bertemu dengan seorang penjual yang bersemangat.
Pada awalnya, penjual tampak lebih tertarik dengan John dan keluarganya dibandingkan dengan berjualan mesin pemotong rumput.
Ketika John tampak lebih santai dan mereka semakin akrab, penjual mulai menanyakan beberapa hal dasar mengenai halaman rumput John.
Setelah beberapa perhitungan, penjual merekomendasikan ‘the Craftsman 80th Year Anniversary Edition’ dengan potongan harga sebesar $200, terdaftar sebagai pembelian terbaik, dan sangatlah populer hingga penjual harus memeriksa stok di gudang.
Ternyata, penjual hanya dapat menemukan satu unit yang tersisa.
Karena John telah berkomitmen dengan ‘the 80th Anniversary Model’ sebelumnya, maka John memutuskan untuk mengambilnya.
Penjual menambahkan bahwa unit terakhir di gudang memiliki dek 54 inci dengan tambahan harga $190, terdapat opsi perakitan dan pengiriman dengan tambahan $90, namun tanggal pengiriman paling awal yang ada adalah dua minggu kedepan.
John dengan antusiasmenya yang berkurang mulai menyerahkan kartu kreditnya untuk bertransaksi.
Penjual menawarkan biaya garansi lima tahun sebesar $399, namun John tidak mengharapkan biaya garansi yang mahal, hingga penjual menawarkan biaya garansi satu tahun sebesar $199.
Tanpa pikir panjang John menerima kesepakatan yang lebih masuk akal tersebut.
Coba Anda bayangkan, bagaimana bisa John yang hanya berbelanja sekitar 2 jam dapat menghabiskan sekitar $2.000 untuk mesin pemotong rumput yang tidak akan dikirim hingga dua minggu kedepan?
Perilaku Kepatuhan Konsumen, Apakah Itu?
Dalam psikologi konsumen, perilaku kepatuhan konsumen dapat diartikan sebagai situasi dimana konsumen dapat benar-benar melaksanakan permintaan yang diberikan.
Nah, perilaku kepatuhan konsumen ini mengacu pada jenis respon tertentu, seperti persetujuan, terhadap jenis komunikasi tertentu, seperti permintaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Cialdini terhadap penyelidikan ilmiah mengenai behavioral compliance technique, menemukan bahwa terdapat tujuh prinsip yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan konsumen.
Apa saja? Mari simak pembahasan berikut ini.
The Automaticity Principle
The automaticity principle atau prinsip otomatisasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan konsumen dalam memproses suatu informasi yang diterima tanpa usaha yang besar.
Dalam penerapannya, konsumen seringkali menggunakan pemrosesan heuristic dalam mengevaluasi suatu permintaan, yang kadang hal ini akan terjadi secara otomatis.
Umumnya, konsumen yang menerapkan pemrosesan heuristic akan lebih fokus pada kalimat permintaan yang mencantumkan kata “karena”, dan cenderung mengabaikan informasi lanjutan yang seharusnya menjadi informasi penting.
Informasi lanjutan tersebut terbiasa diabaikan akibat dari perilaku tidak berfikir panjang konsumen, sehingga cenderung direspon secara otomatis.
Hal ini dapat meningkatkan persentase perilaku kepatuhan konsumen.
Contohnya, permintaan “Bolehkah aku memakai mesin fotokopi itu terlebih dulu? Hanya lima lembar. Karena saya sedang terburu-buru” akan cenderung disetujui, dibandingkan permintaan “Bolehkah aku memakai mesin fotokopi itu? Hanya lima lembar”
The Commitment and Consistency Principle
The commitment and consistency principle atau prinsip komitmen dan konsistensi dapat didefinisikan sebagai suatu tekanan yang dilakukan demi mempertahankan konsistensi dalam keyakinan, sikap, dan perilaku yang stabil.
Konsumen akan cenderung memilih untuk mengubah hal yang dirasa dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sistem.
Konsumen akan berusaha untuk menjaga hubungan dan sikapnya agar tetap konsisten.
Sederhananya, konsumen yang menjawab “ya” pada permintaan atau tawaran kecil sebelumnya, akan cenderung terus menjawab “ya” pada permintaan atau tawaran berikutnya untuk menjaga komitmen atau konsistensi.
Hal ini dapat diimplementasikan dalam mengontrol atau meningkatkan perilaku kepatuhan konsumen.
Contohnya, konsumen diminta mengisi survei dengan pertanyaan “apabila Anda diminta memberikan donasi untuk anak-anak panti asuhan A, apakah Anda bersedia”, ketika konsumen memberikan jawaban “ya”, maka konsumen akan cenderung benar-benar memberikan donasi ketika diminta melakukannya.
Terdapat beberapa teknik yang umumnya digunakan dalam prinsip komitmen dan konsistensi, sebagai berikut:
The Foot-in-the-Door Technique
Teknik foot-in-the-door dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemasaran yang sering digunakan untuk membentuk perilaku kepatuhan konsumen agar menyetujui permintaan besar yang kita berikan, dengan terlebih dahulu memberikan permintaan kecil.
Contohnya, petugas survei seringkali memulai percakapan ringan dan meminta waktu sejenak untuk konsumen (permintaan kecil), ketika konsumen mengiyakan, maka petugas survei akan meminta konsumen untuk mengisi beberapa kuesioner (permintaan besar).
Nah, konsumen yang sebelumnya mengiyakan, akan cenderung konsisten untuk terus mengiyakan permintaan selanjutnya, walaupun permintaan besar.
The Low-Ball Technique
The low-ball technique atau teknik low-ball merupakan salah satu teknik untuk membentuk perilaku kepatuhan konsumen yang diawali dengan pemberian harga rendah, namun setelah pengisian surat persetujuan, maka akan diberikan pemberitahuan bahwa terdapat perubahan harga atau kesepakatan.
Contohnya, konsumen membeli barang di marketplace dengan harga Rp. 100.000,-, namun setelah di checkout terdapat tambahan biaya adminstrasi dan pelayanan seharga Rp. 5.000,-.
Nah, konsumen yang sebelumnya telah berkomitmen di awal akan cenderung konsisten melanjutkan transaksi dan membayar seharga Rp. 105.000,-
The Reciprocity Principle
The reciprocity principle dapat diartikan sebagai suatu prinsip pemasaran yang bertujuan untuk membuat konsumen merasa ingin membalas pelayanan, bantuan, ataupun hadiah yang diberikan produsen dengan cara membeli kembali produknya.
Contohnya, organisasi nirlaba memberikan hadiah gratis, seperti gantungan kunci, atau aksesoris, kemudian meminta sumbangan amal sebagai balasannya.
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam prinsip timbal-balik ini, sebagai berikut:
The Door-in-the-Face Technique
Teknik door-in-the-face ini merupakan penerapan timbal balik tanpa hadiah gratis atau uji coba, melainkan dengan menindaklanjuti permintaan besar dan tidak masuk akal dengan permintaan kecil yang lebih rasional atau masuk akal.
Contohnya, pemasar menawarkan paket layanan Wi-Fi tiga tahun dengan harga mahal, dilanjutkan dengan menawarkan paket layanan Wi-Fi satu tahun dengan harga yang lebih rendah.
The That’s-Not-All Technique
Teknik that’s not all seringkali digunakan untuk meningkatkan perilaku kepatuhan konsumen dengan cara mengubah kesepakatan awal menjadi kesepakatan baru yang lebih baik, sebelum konsumen memiliki kesempatan untuk menolak penawaran pertama.
Contohnya, 1 set pisau dapur premium turun harga dari $129.95 menjadi $89.95, dilanjutkan dengan penawaran “pesan hari ini, gratis gunting dapur” dan “pembayaran dengan kartu kredit akan mendapat tambahan diskon 10%”
The Multiple-Deescalating-Request Technique
Teknik multiple-deescalating-request dilakukan dengan cara mengajukan permintaan sebanyak-banyaknya hingga konsumen menerima penawarannya.
Contohnya, penggalang dana meminta sumbangan sebesar $1.000 (ditolak), lalu $750 (ditolak), $500 (ditolak), dan seterusnya hingga konsumen menerima permintaan tersebut.
The Even-a-Penny Technique
Teknik even-a-penny merupakan suatu teknik pemasaran dengan cara membuat permintaan yang sangat kecil.
Umumnya, pendekatan ini sangatlah efektif untuk meningkatkan perilaku kepatuhan konsumen dalam upaya penggalangan dana.
Contohnya, penggalang dana meminta sumbangan dengan menekankan “bahkan Rp.1000,- atau Rp.500 saja akan sangat berharga bagi kami”
The Scarcity Principle
Prinsip kelangkaan atau the scarcity principle merupakan salah satu cara produsen untuk membuat konsumen tertarik.
Bagaimana caranya?
Rasa urgensi yang menyiratkan kelangkaan produk akan cenderung mempersuasi perilaku kepatuhan konsumen.
Nah, pemasar yang cerdas haruslah menciptakan kelangkaan produk dengan cara membatasi produksi atau pasokan, agar dapat meningkatkan keinginan konsumen.
Contohnya, produk limited edition Porsche X Jennie Blackpink yang dijual dengan harga tinggi.
The Social Validation Principle
Prinsip validasi sosial atau the social validation principle menyatakan bahwa validitas yang dirasakan dari suatu ide akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah massa yang mendukung ide tersebut.
Contohnya, semakin banyak produk yang terjual di marketplace, maka semakin meningkat pula perilaku kepatuhan konsumen untuk membeli produk tersebut.
Nah, prinsip validasi sosial ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, sebagai berikut:
Cultural and Individual Differences
Tidak semua konsumen rentan dengan tekanan atau pengaruh sosial.
Konsumen dengan self-monitoring yang tinggi akan cenderung sangat sensitif dan responsif terhadap isyarat sosial, sehingga akan lebih rentan terhadap pengaruh sosial.
Sebaliknya, konsumen dengan self-monitoring yang rendah akan cenderung kurang tertarik dan kurang bisa dipengaruhi secara sosial.
Bahkan, konsumen dengan tingkat kolektivisme yang tinggi, juga akan cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan sosialnya, dibandingkan dengan konsumen dengan individualisme tinggi.
Injunctive VS Descriptive Norms
Norma atau persepsi konsumen juga memainkan peran yang sangat penting disini.
Injunctive norm merupakan norma yang melibatkan persepsi konsumen mengenai perilaku mana yang diterima atau ditolak oleh masyarakat sosial
Sedangkan, descriptive norm merupakan norma yang melibatkan persepsi konsumen mengenai perilaku mana yang umum dilakukan setiap orang dalam masyarakat sosial.
The Liking Principle
The liking principle atau prinsip kesukaan berasumsi bahwa konsumen seringkali menuruti permintaan orang yang disukai.
Nah, semkain konsumen menyukai orang tersebut, maka semakin tinggi juga kemungkinan munculnya perilaku kepatuhan konsumen.
Terdapat beberapa faktor utama yang berpengaruh kuat terhadap prinsip kesukaan, sebagai berikut:
Familiarity
Familiarity atau keakraban menjelaskan bahwa konsumen cenderung menyukai seseorang yang akrab, dikenal, dan familiar.
Hal ini sesuai dengan the mere exposure effect, dimana semakin akrab atau familiar konsumen dengan suatu orang atau objek, maka konsumen akan semakin menyukainya.
Physical Attractiveness
Faktor kemenarikan fisik atau physical attractiveness menjelaskan bahwa konsumen akan cenderung mengeneralisasi asumsi mengenai suatu produk atau seseorang.
Hal ini sesuai dengan the HALO effect, dimana konsumen akan cenderung mengeneralisasi secara berlebihan mengenai satu sifat positif yang mengisyaratkan banyak sifat positif lainnya.
Similarity
Similarity atau kesamaan menjelaskan bahwa konsumen akan cenderung menyukai seseorang yang serupa dalam beberapa hal, seperti penampilan, sikap, pendapat, gaya hidup, kepribadian, latar belakang sosial, ataupun latar belakang pendidikan.
Ingratiation
Ingratiation atau ingratiasi merupakan suatu usaha untuk menciptakan kesan positif atau baik.
Penelitian menunjukkan bahwa ketika konsumen menyadari bahwa mereka sedang tersanjung, mereka akan menyukai orang yang memuji mereka.
Faktanya, kita akan selalu menyukai seseorang yang menyukai kita, dikarenakan kita sangat kecanduan akan pujian.
The Authority Principle
The authority principle atau prinsip otoritas menjelaskan bahwa figur otoritas dengan gelar, pakaian atau seragam, bahkan barang mahal, yang menunjukkan adanya status sosial tinggi, akan cenderung mengesankan atau mempengaruhi perilaku kepatuhan konsumen.
Contohnya, seorang ahli atau dokter kecantikan yang merekomendasi serangkaian produk skincare tertentu akan cenderung meningkatkan perilaku kepatuhan konsumen.
Artikel terkait: Pemrosesan Heuristic dalam Pilihan Konsumen, Apa Maksudnya?
Kesimpulan
Konsumen sangatlah rentan terhadap berbagai macam teknik mempengaruhi atau persuasi.
Terdapat tujuh prinsip utama yang memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan konsumen.
Tujuh prinsip utama tersebut, antara lain prinsip otomatisitas, prinsip komitmen dan konsistensi, prinsip timbal-balik, prinsip kelangkaan, prinsip validitas sosial, prinsip kesukaan, dan prinsip otoritas.
Nah, dengan memahami dan mengimplementasikan ketujuh prinsip utama dalam pengaruh sosial tersebut, dapat membantu pemasar dalam meningkatkan perilaku kepatuhan konsumen.
Sekian penjelasan singkat mengenai prinsip utama pengaruh sosial dalam perilaku kepatuhan konsumen.
Terima kasih sudah mampir di blog Distribusi Pemasaran dotcom, semoga artikel singkat ini bermanfaat.
Salam sukses, sehat, dan bahagia.
Picture: Freepik