Model Pembelajaran Konsumen dalam Konteks Perilaku Konsumen?

Vionisya

Model Pembelajaran Konsumen

Sebelum memasuki konsep terkait model pembelajaran konsumen, mari kita diskusikan beberapa hal berikut ini.

Menurut Anda, bagaimana cara konsumen mendapatkan atau meningkatkan rasa suka pada suatu produk yang awalnya tidak menarik bagi konsumen?

Bagaimana konsep pembelajaran konsumen memainkan peran yang penting dalam pembentukan preferensi?

Nah, marilah kita mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam artikel ini.

Model Pembelajaran Konsumen, Seberapa Penting?

Model pembelajaran konsumen merupakan bagian penting dari perilaku konsumen.

Nah, apa itu model pembelajaran konsumen?

Maksudnya adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan baru mengenai suatu produk atau layanan untuk diterapkan pada perilaku masa depan.

Ketika pembelajaran konsumen meningkat, jumlah pengetahuan mengenai suatu produk dan layanan yang disimpan dalam memori konsumen juga akan meningkat.

Beberapa penelitian yang berfokus pada perilaku konsumen, menunjukkan bahwa model pembelajaran konsumen sangatlah menentukan bagaimana konsumen membentuk preferensi.

Pembelajaran mengubah cara konsumen dalam memahami dan menggunakan suatu produk, sehingga semakin banyak kategori produk yang dipelajari, maka semakin meningkat pengalaman konsumen dan bagaimana konsumen berfokus pada atribut produk.

Sebab itulah, model pembelajaran konsumen merupakan aspek yang penting dalam pembentukan perilaku konsumen.

Model Pembelajaran Konsumen: Classical Conditioning

Model Pembelajaran Konsumen

Belajar akan mengarah pada pengetahuan, dan pengetahuan akan tercipta ketika seseorang menciptakan asosiasi antar konsep.

Kita ambil contoh, ketika kita mengasosiasikan menyentuh kompor panas dengan rasa sakit, maka kita akan menciptakan pengetahuan bagaimana berperilaku di sekitar kompor.

Nah, salah satu cara agar asosiasi antar konsep terbentuk adalah dengan hanya memikirkan dua konsep tersebut (misal, menyentuh kompor panas dan rasa sakit) secara bersamaan dan berulang kali.

Mengapa harus berulang kali?

Berpikir mengenai dua konsep atau ide secara bersamaan dan berulang kali, tentu saja akan meningkatkan kekuatan asosiasi, sehingga akan membentuk memori yang lebih kuat pula.

Model pembelajaran konsumen ini dikenal dengan sebutan pengkondisian klasik atau pengkondisian Pavlovian.

Teori ini tercipta melalui penelitian yang dilakukan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1920, dimana seekor anjing akan mengeluarkan air liur secara alami (unconditioned response) ketika Pavlov memberinya makanan (unconditioned stimulus), lalu setiap Pavlov memberinya makan, Pavlov membunyikan bel (conditioned stimulus), yang menyebabkan anjing mengeluarkan air liur hanya dengan mendengarkan bunyi bel (conditioned response).

Lalu, apa hubungan antara model pengkondisian klasik dengan perilaku konsumen?

Umumnya, iklan menggunakan berbagai unconditioned stimuli, seperti musik yang menarik, selebriti favorit, binatang yang lucu, pemandangan indah, dan sebagainya.

Unconditioned stimulus yang positif akan menghasilkan unconditioned response yang positif pula, seperti kebahagiaan, kegembiraan, rasa terhibur, daya tarik, dan sebagainya.

Lalu, brand akan berfungsi sebagai conditioned stimulus.

Coba Anda bayangkan, apabila brand dari produk Anda (conditioned stimulus) dipasangkan bersamaan dengan unconditioned stimulus positif sebelumnya?

Tentu saja, ketika konsumen melihat iklan yang memuat selebriti idolanya (unconditioned stimulus), konsumen akan sangatlah tertarik dan memfokuskan perhatian pada iklan produk tersebut (unconditioned response).

Lalu, ketika konsumen melihat iklan produk Anda yang memuat selebriti idolanya bersamaan dengan munculnya brand Anda (conditioned stimulus), maka hanya dengan melihat atau mendengar brand Anda sekalipun, konsumen akan merasa tertarik dan memfokuskan atensinya (conditioned stimulus).

Forward Conditioning VS Backward Conditioning

Namun, perlu Anda ketahui bahwa model pembelajaran konsumen ini akan lebih efektif, apabila conditioned stimulus (misal, brand Anda) muncul sebelum unconditioned stimulus (misal, selebriti favorit).

Hal ini disebut dengan model pembelajaran konsumen forward conditioning.

Lalu, apa yang terjadi apabila Anda menerapkan model pembelajaran konsumen backward conditioning?

Jika Anda menerapkan model pembelajaran konsumen yang terbalik (backward), yaitu unconditioned stimulus (misal, selebriti favorit) muncul sebelum conditioned stimulus (brand Anda), maka akan tetap terjadi pengkondisian klasik, namun akan sangat lemah.

Nah, perlu Anda ketahui apabila iklan yang berulang dengan forward conditiong sangatlah diperlukan untuk membentuk model pembelajaran konsumen yang efektif.

Pre-Exposure Effect, Apakah Itu?

Efek pre-exposure dalam model pembelajaran konsumen seringkali terjadi pada pengkondisian klasik, khususnya dalam unconditioned stimulus.

Banyak iklan yang menggunakan unconditioned stimulus yang tidak efektif dikarenakan sebelumnya stimulus tersebut dimunculkan sendiri tanpa di pasangkan dengan conditioned stimulus.

Kita ambil contoh, lagu populer yang telah berulang kali ditemui sendiri dan tidak dipasangkan dengan stimulus lainnya, bukanlah alternatif yang baik untuk dijadikan unconditioned stimulus dalam pengkondisian klasik.

Mengapa?

Konsumen sudah terlalu sering mendengar lagu populer tersebut sendirian dan tidak bersandingan dengan brand tertentu, sehingga akan sulit untuk membangun asosiasi antara lagu populer tersebut dengan suatu brand.

Model Pembelajaran Konsumen: Operant Conditioning

Model Pembelajaran Konsumen

Dalam pengkondisian klasik sebelumnya, dihadirkan stumulus terlebih dahulu untuk menghasilkan respon, namun dalam pengkondisian operan atau pengkondisian instrumental, stimulus akan mengikuti respon seseorang.

Dalam pengkondisian operan, terdapat positive reinforcement, seperti hadiah, dan negative reinforcement, seperti penghilangan hukuman, yang akan meningkatkan kemungkinan respons.

Sebaliknya, adanya punishment, seperti pemberian hukuman, malah akan menurunkan kemungkinan respons.

Nah, model pembelajaran konsumen melalui pengkondisian operan, akan lebih cepat dan efektif, apabila dalam kondisi reinforcement secara berulang, atau ketika reinforcement terjadi setiap kali respons yang diingkan muncul.

Positive reinforcement, seperti reward atau hadiah yang digunakan dalam pemasaran seringkali dalam bentuk kupon, bonus poin, potongan harga, dan hadiah gratis.

Hal ini akan meningkatkan kemungkinan respons yang diinginkan, seperti pemberian hadiah gratis akan meningkatkan pembelian berulang konsumen.

Artikel Terkait: Emosi Konsumen dan Pengaruhnya terhadap Penilaian Produk!

Kesimpulan

Model pembelajaran konsumen akan menghasilkan pengetahuan mengenai suatu produk atau layanan.

Asosiasi antara unconditioned stimulus dan conditioned stimulus dapat dipelajari melalui pengkondisian klasik atau pengkondisian Pavlovian.

Sedangkan, asosiasi antara respons dan konsekuensi dapat dipelajari melalui pengkondisian operan atau pengkondisian instrumental.

Asosiasi sendiri dapat diumpamakan sebagai suatu blok bangunan dari pengetahuan yang tersimpan dalam memori seseorang.

Sebagai penutup, bagaimana pandangan Anda terkait kedua model pembelajaran konsumen tersebut?

Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari setiap model pembelajaran konsumen tersebut?

Yuk, diskusikan dalam kolom komentar yang tersedia di bawah ini!

Terima kasih sudah mampir di blog Distribusi Pemasaran dotcom, semoga artikel singkat ini bermanfaat.

Salam sukses, sehat, dan bahagia.

Picture: Freepik