7 Alasan Mengapa Konsumen / Pelanggan Tidak Membeli dari Kita

Agus Octa

Pelanggan Tidak Membeli Lagi – Sales Strategy

Kita tahu, tidak peduli seberapa bagus kita menjual, tingkat penutupan (sales closing) kita akan sulit mencapai 100%.

Hal berbeda dengan jika kita selalu kehilangan kesepakatan (deal, closing)  yang seharusnya bisa kita dapatkan atau menangkan,

Jadi pasti ada alasan yang jadi penyebab kegagalan deal atau mengapa pelanggan tidak membeli produk kita.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa menjadi penyebab mengapa pelanggan tidak membeli, yaitu :

  1. Menjual kepada semua orang.
  2. Konsumen terganggu.
  3. Tidak memperhatikan keberatan pelanggan.
  4. Tidak ada urgensi.
  5. Konsumen tidak yakin.
  6. Tidak menjual nilai.
  7. Proses yang rumit.
konsumen atau pelanggan tidak membeli lagi dari kita

#1 : Menjual ke Semua Orang

Hal pertama yang menjadi penyebab mengapa konsumen atau pelanggan tidak membeli lagi ke kita adalah kesalahan yang paling banyak dibuat oleh penjual, yaitu karena kita menjual ke semua orang.

Kondisi seperti ini masih sering terjadi, dimana tiap kali saya tanya, siapa target market Anda?,

Jawaban yang sering saya dengar seperti ini “target market saya adalah semua orang.”

Atau yang sedikit lebih bagus jawabanya adalah, “semua oarang yang membutuhkan produk ini.”

Untuk jawaban yang kedua kelihatannya benar, semua orang yang membutuhan produk tersebut.

Benarkah kita bisa menjangkau dan melayani semua orang yang membutuhkan produk tersebut?

Hampir semua orang membutuhkan sabun mandi, apakah mereka membutuhkan sabun mandi yang kita jual?

Anggaplah mereka butuh, apakah mereka bersedia membeli produk yang kita tawarkan?

Jadi coba kita cek lagi, siapa sebenarya target market yang tepat untuk produk kita tersebut.

Ingat, saluran penjualan (sales pipeline) yang baik adalah tentang kualitas, bukan kuantitas.

Jika pelanggan atau konsumen kita tidak membeli dari kita,

Segera evaluasi kembali kualitas peluang kita.

Apakah mereka telah ditargetkan dengan tepat?

Apakah kita mencoba menjual kepada mereka yang tidak menunjukkan minat sedikit pun pada produk kita?

Memang dengan kita lebih menfokuskan target penjualan kita, maka akan mempersempit pelanggan atau konsumen yang kita sasar.

Tetapi mereka adalah konsumen yang tepat, yang bersedia membeli produk kita, dan siap untuk kita ajak mengembangkan bisnis kita.

#2 : Konsumen Terganggu

Saat kita menelepon (cold calling) mendapatkan jawaban sepert ini ; “Saya tidak tertarik; tolong berhenti menghubungi saya.”

Ada alasan mengapa kebanyakan orang tidak pernah menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenal.

Jelas sekali . . . ,

Karena kebanyakan orang tidak suka dijuali (tidak suka ditawari barang dagangan, kalo dikasih maa… bercanda).

Dan jika kita terus menggunakan email sebagai alat spamming, daripada sarana untuk benar-benar terhubung dengan prospek dan membantu calon konsumen.

Maka yang terjadi sudah jelas, pesan dari orang asing (karena spamming) akan mulai tidak dijawab.  

Jadi buang cara-cara yang demikian, yang mengganggu konsumen kita.

Sebaliknya,kita harus bertindaklah layaknya seperti diri kita sendiri,  dan berikan real value.

Kita bisa menjadikan diri kita sebagai tenaga konsultan (consultative selling) daripada sebagai tenaga penjualan (just selling).

Dengan menjalin komunikasi yang senantiasa memberikan nilai (value) lebih ke konsumen (prinsip value based selling).

Jadi jelas alasan kedua mengapa konsumen atau pelanggan tidak membeli lagi dari kita adalah karena mereka merasa terganggu.

#3 :  Tidak Memperhatikan Keberatannya

“Sebenarnya, X adalah masalah yang cukup besar bagi kami, jadi saya pikir kami akan membeli produk Y (milik kompetitor).”

Pernah dengar yang seperti itu? –  saat kita menawarkan produk X, konsumen lebih tertarik ke produk Y.

Saya mengerti, menggali keberatan konsumen atau calon pelanggan itu menakutkan.

Akan tetapi faktanya demikian, kondisi tersebut bisa terjadi dan ada di luar sana — ada alasan konkret yang akan membuat calon pelanggan tidak membeli produk kita.

Jadi kenyataannya, keberatan tetap ada terlepas dari apakah kita mendengar / mengetahuinya atau tidak.

Dan waktu terbaik (yang bisa jadi satu-satunya kesempatan kita) untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah pada tahap awal dan pertengahan proses penjualan, saat pikiran konsumen masih terbuka untuk pembelian.

Jadi yang terbaik adalah dengan menanyakan, apa yang menjadi titik keberatan mereka ?

Contohnya seperti :

“Boleh kami tahu, mengapa Anda tidak membeli produk dari kami / produk ini?”

“Kami telah membicarakan mengapa Anda menyukai produk [milik kompetitor], dapatkah Anda  meluangkan waktu untuk menyampaikan hal yang tidak Anda sukai?”

“Kita telah membicarakan pilihan Anda, mohon berikan kritik untuk produk dan pelayanan kami”

Dan jika jawaban dari konsumen tersebut tidak valid untuk produk (barang dan atau layanan) dari kita, kita bisa menunjukan [kembali] perihal tersebut plus added value produk kita.

#4 : Tidak Ada Urgensi.

“Ya, ada rencana untuk membeli, tapi mungkin bulan depan atau akhir tahun ini.”

Familiar dengan jawaban seperti itu?, saat kita konfirmasi rencana pembelian mereka.

Produk kita pastilah menjadi fokus utama aktivitas kita, tetapi bagi pelanggan atau konsumen, produk itu (bisa jadi) adalah hal lain yang memperebutkan perhatian mereka.

Tanpa ada alasan untuk (harus) membeli sekarang (bukan nanti), kesepakatan / kesanggupan pembelian tersebut kemungkinan akan hilang terbawa angin lalu.

Sebenarnya tidak masalah, jika mereka memang tidak jadi membeli, tetapi kita sudah tahu bahwa mereka memang tidak membeli (istilahnya nggak di pehapein, sakit tau…).

Tidak, maksudnya jika memang konsumen tersebut tidak membeli, kita tidak mengalokasikan produk tersebut ke mereka, dan yang terpenting kita bisa fokus ke konsumen yang lain.

Jadi sebaiknya, berikan sense of urgency

Caranya ada bermacam-macam, seperti :

  • Membuat program yang mengacu ke waktu;
    • Tidak ada jaminan harga akan tetap sama, kemungkinan terjadi kenaikan harga sangat tinggi.
    • Program diskon, bundling, cash back, dan seterusnya berlaku di periode ini saja.
  • Keuntungan jika permasalahan / problem bisa diselesaikan lebih awal;
    • Tanyakan, Sudah berapa lama hal ini menjadi masalah? Dan mengapa konsumen fokus pada hal itu sekarang (konsumen punya keinginan untuk meyelesaikan masalah tersebut, berikan dorongan untuk segera merealisasikan).
    • Jika produk memberikan dampak pada peningkatan kinerja, hal ini bisa kita jadikan materi yang kita konversikan dalam bentuk manfaat nyata.
    • Jika produk bisa meningkatkan pemanfaatan peluang (opportunity), hal ini harus dijelaskan.
  • Resiko jika permasalahan / problem tidak segera diselesaikan (sama dengan di atas, sisinya yang berbeda);
    • Jelaskan konsekuensi dari kehilangan target (produk mempengaruhi pencapaian target).
    • Jelaskan bagaimana berbagai dampak, atau pain point yang bisa terjadi karena / dipicu oleh karena permasalahan tersebut.

#5 : Konsumen Tidak Yakin Aman

Seperti apa ini: “Saya belum yakin kita siap untuk ini.”

Tidak ada yang mau mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu yang tidak 100% mereka yakini.

Fakta ini banyak menggugurkan banyak kesepakatan bisnis atau penjualan;

Lagi pula, pikirkan tentang apa yang akan terjadi pada konsumen kita, jika mereka mengadvokasi produk kita, berhasil mendapatkan anggaran,

Kemudian memimpin inisiatif implementasi yang intensif dengan waktu dan sumber daya penuh.

Dan kemudian solusinya tidak efektif, atau lebih buruk, gagal total.

Jika mereka adalah para profesional juga, mungkin mereka tidak keluar dari pekerjaan, tetapi reputasi internal mereka pasti akan hancur.

Itu sebabnya bagian dari pekerjaan kita adalah membuat mereka merasa nyaman dengan investasi dan risiko yang terlibat.

 Kita dapat melakukan ini dengan beberapa cara.

Jika perusahaan kita menawarkan persyaratan perlindungan pembelian

Seperti pengembalian dana penuh (money back guarantee, masa percobaan gratis (free trial), atau uang kembali jika tidak melihat hasil tertentu, dan lain sebagainya,

Pastikan untuk menyorotnya (meng-highlight-nya) di sepanjang percakapan dengan konsumen tersebut.

Selain itu kita juga harus membangun kredibilitas dengan:

Mengacu pada pandangan pelanggan saat ini, dimana semakin terkenal, semakin baik

Mengirim studi kasus yang pernah dikerjakan dan testimonial yang didapat ke konsumen.

Menawarkan untuk menghubungkannya dengan referensi.

Berbagi ulasan positif yang didapatkan baik online maupun offline (via media klasik).

Mengangkat penghargaan atau penghargaan industri apa pun yang telah diterima produk atau perusahaan Anda

#6 : Tidak Menjual Value

Biasanya calon konsumen akan menjawab “Hal ini (produk kita) bukan prioritas bagi kami saat ini.”

Sebagai profesional penjualan, kita tidak menjual produk (barang dan atau  layanan), tetapi kita menjual nilai (value) yang dapat ditawarkan produk (barang dan atau layanan) ini kepada pengguna akhir.

Pembeli tidak peduli tentang apa produknya, atau fitur apa yang dimiliki produk tersebut.

Mereka peduli tentang bagaimana produk atau fitur itu bisa menyelesaikan problem mereka, akan membuat hidup mereka lebih mudah dan lebih baik.

Saat kita menjual nilai (value) dari produk, maka kita memposisikan penawaran kita menjadi sesuatu yang tidak dapat diprioritaskan oleh konsumen atau tanpanya.

Saat kita bekerja dengan konsumen, bantu mereka menjelaskan betapa lebih sederhana, lebih baik, atau lebih mudahnya pekerjaan atau hidup mereka setelah menggunakan produk yang kita tawarkan.

Menjual dengan konsep nilai (value based selling) atau dengan mengomunikasikan nilai yang dapat ditambahkan produk ke kehidupan mereka, akan membuat mereka lebih cenderung memprioritaskan.

Atau memberi ruang dalam anggaran mereka untuk value tersebut, karena hidup tanpanya akan tampak jauh lebih mahal, lebih sulit, lebih rumit dalam jangka panjang.

#7 : Proses yang Rumit

Seringkali konsumen atau pelanggan mengeluh, betapa sulitnya untuk menanyakan  atau mengetahui kondisi barang pesanan mereka.

Atau mereka mengeluh akan sulitnya menghubungi pihak-pihak tertentu ketika mereka memiliki beberapa hal yang belum clear.

Bisa juga betapa lama respon perusahaan, saat pelanggan mengajukan komplain, karena warna atau model dari produk yang dipesan ternyata berbeda.

Itu sedikit kasus yang sering terjadi ketika perusahaan tidak memiliki system yang jelan untuk berbagai aktivitas mereka.

Akibatnya bisa ditebak, ketikan ada pihak luar yang mencoba menghubungi perusahaan, mereka seakan-akan dipingpong karena tidak tahu, hal ini menjadi tanggung jawab siapa, harus menjawab apa, atau merespon bagaimana.

Proses yang rumit dan tidak jelas akan mengganggu dan membuat konsumen dan calon konsumenenggan berhubungan lebih lanjut dengan perusahaan.

Artikel terkait :

Value Based Selling, Gunakan 7 Prinsip ini

Consultative Selling, Pengertian, Definisi dan Teknik Penjualan Konsultatif

Penutup

Demikian pembahasan kita mengenai beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa konsumen, calon konsumen atau pelanggan tidak membeli produk dari kita.

Atau dengan kata lain, penjualan kita tidak berkembang, tidak bertumbuh sebagaimana mestinya (tidak sesuai target yang telah kita tentukan),

Beberapa faktor tersebut bisa kita analisa dan kita perbaiki, tentu dengan tujuan akan terjadi peningkatan pembelian produk atau terjadi pertumbuhan penjualan.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog Distribusi Pemasaran Dotcom, semoga Anda mendapatkan manfaat.

Salam sukses, sehat dan bahagia

Picture : Freepik

Note : Artikel ini pertama kali diterbitkan pada 14 Juni 2021, 03:10 am

2 thoughts on “7 Alasan Mengapa Konsumen / Pelanggan Tidak Membeli dari Kita”

  1. Salam sukses p
    Maaf mu tanya bagaimana cara handling objection ke calon konsumen atau outlet ketika dia menjawab sudah tidak ada konsumennya atau yg belinya..sedangkan produk kompetitor yg jauh harganya lebih mahal tetap dia banggakan..makasih

    • Thanks P. Roni sudah mampir.
      Simple-nya, saat menawarkan barang ke outlet, pastikan ada benefit yg Anda berikan ke outlet, salah satunya & yg paling kuat, ada konsumen yg menanyakan merek produk Anda, dan ketika ditawarkan produk subtitusi mereka menolak. Kalau itu terjadi, produk Anda pasti dicari outlet.

      detailnya ..
      Hal pertama yg harus kita luruskan adalah, dalam pemasaran kita harus paham dgn baik siapa target market kita, jika perlu spesifik target market.

      Kalau kita menjual (penjualan bagian dari pemasaran) produk kepada konsumen yg bukan target market, kemungkinan besar akan gagal.
      Kenapa kemungkinan gagal, karena konsumen tersebut tidak memiliki kebutuhan dan keinginan (need & want) seperti yg ditawarkan produk kita.
      ..
      Kedua, setelah memahami siapa target market kita (jika perlu spesifik), cari tahu, siapa saluran distribusi yang bisa membawa produk kita ke konsumen kita (target market).
      Sudah ketemu distribution channel-nya, pastikan konsumen (pembeli) outlet tersebut adalah target market produk kita.
      ..
      kalau semuanya sudah tepat, ketika kita menawarkan produk ke outlet yg tepat, kmdn outlet keberatan karena “produk anda tidak ada pembelinya”, coba cek, apa konsumen yg datang tersebut memang menolak produk Anda?

      Coba cek di beberapa konsumen yg datang di toko tersebut, jika hampir semua menolak/ semua menolak, berarti Anda harus cek ulang produk Anda, apakah masih memiliki pasar atau sudah tidak ada.

      Jika masih banyak yang bersedia membeli, berarti bukan itu alasan outlet menolak produk Anda.
      Anda harus cari tahu, apa alasan outlet menolak produk Anda.
      ..
      Andai produk Anda ditolak sekalipun, dan di wilayah lain masih banyak diminati, lakukan proses aktivasi baik brand maupun channel nya.

      Mungkin Anda akan bilang, Pak salesman (distribution) mana punya waktu untuk cek apa konsumennya outlet tersebut bersedia membeli produk saya atau tidak.

      Yak… kalau tim Anda hanya salesman distribusi saja, coba cek ulang apa saja USP produk Anda. Apakah ada yg bisa digunakan utk mengalahkan produk kompetitor.

      Dan ingat, outlet kepentingan utamanya hanya di profit value (margin x frekuensi).
      Jadi kalau tujuan Anda cuman mengganti produk kompetitor dengan produk Anda, maka outlet tidak akan happy, kecuali profit value Anda bisa lebih tinggi (ingat, profit value, bukan profit margin).

      Kalau produk Anda bisa menarik konsumen baru masuk ke outlet tersebut atau menambah basket size konsumen yang ada, maka outlet akan happy, dan tidak akan menolak produk Anda. Pikirkan itu.
      ..
      Cara lain adalah jika semua sudah sesuai, dan outlet tetap menolak, sementara pasar ada, lakukan treatment, gunakan sales promotion team Anda untuk mengaktivasi produk/merek Anda atau channel tersebut.
      ..
      Pak, saya hanya dibekali sales distribution, budget promosi juga sangat terbatas, cenderung tidak ada.

      Minta salesman distribution Anda membangun hubungan baik dengan outlet tersebut (apalagi jika key-outlet).

      Dengan terbangunnya hubungan baik dengan outlet, penolakan outlet akan real pada permasalahan yg sebenarnya, dari sana Anda bisa tahu apa yg harus dilakukan.

      Jika memang tidak ada permasalahan yang lain, produk Anda akan diijinkan untuk masuk, meski masih dalam jumlah minimal.

      kira2 demikian Pak Roni.

Comments are closed.