Sales Territory Management – Bag. 2 : Market Potential, Target & Standard Coverage

Agus Octa

SALES MANAGEMENT

Pada artikel Sales Territory Management bag-1 kita telah membahas mengenai definisi dari sales territory dan sales territory management serta fungsi dan dasar penyusunan dari manajemen wilayah penjualan ini.

Pada artikel lanjutan ini kita akan membahas mengenai bagaimana menyusun dan mengatur suatu sales territory.

PENYUSUNAN DAN PENGATURAN SALES TERRITORY

Ketika perusahaan memutuskan untuk memasarkan dan menjual sebuah produk, maka perusahaan tersebut juga harus menentukan wilayahnya.

Setelah perusahaan menentukan wilayah penjualannya, berikutnya perusahaan harus mulai menyusun dan mengatur wilayah tersebut.

Dalam rangka melakukan proses penyusunan dan pengaturan wilayah (setting up territory), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu :

  • Mengetahui Market Potential
  • Menetapkan Standard Coverage
  • Melakukan Mapping Area
  • Menyusun Rencana Kunjungan atau Call Plan

MENGETAHUI MARKET POTENTIAL

Tahap pertama dari penyusunan dan pengaturan wilayah penjualan (setting up territory) adalah mengetahui potensi pasar.

Potensi pasar yang dimaksud adalah pasar yang menjadi segment dan target dari bisnis perusahaan, atau produk yang dihasilkan perusahaan.

Ada dua hal yang harus kita perhatikan dalam menghitung potensi pasar, yaitu potensi outlet dan potensi penjualan.

POTENSI OUTLET

Potensi outlet adalah tingkat kemampuan outlets atau saluran distribusi untuk menyalurkan produk kita ke konsumen sasaran.

Apa Yang dimaksud Outlet Potensial

Outlet Potensial adalah outlet yang memiliki potensi untuk menyalurkan produk kita ke pasar (konsumen) sasaran, dimana outlets ini memiliki beberapa ciri utama, yaitu :

  • Produk kita sudah tersedia di outlet tersebut dan bergerak sesuai atau melebihi harapan, outlet dengan ciri tersebut memiliki potensial yang tinggi.
  • Produk kita sudah tersedia di outlet tersebut, namun belum bergerak sesuai harapan, outlet tersebut memiliki potensi, apalagi jika bisa diketahui penyebab slow moving nya.
  • Produk kompetitor sudah tersedia di outlet tersebut, dan bisa diterima oleh konsumen.
  • Produk dalam kategori yang sama atau produk yang berhubungan dengan kategori yang sama sudah tersedia di outlet tersebut.
  • Pengunjung outlet tersebut mayoritas adalah dalam segemen dan target produk atau kategori produk kita.
  • Tipe outlet tersebut adalah tipe yang masuk dalam saluran distribusi produk kita atau kategori produk kita.
  • Produk yang dijual di outlet tersebut, mayoritas merupakan kebutuhan konsumen dalam segmen dan target yang sama dengan produk kita.

Data Outlet Potensial

Setelah kita memahami apa yang dimaksud dengan outlet potensial berserta ciri-cirinya, maka tugas berikutnya adalah melakukan pendataan outlet-outlet yang potensial tersebut.

Bisa jadi kita telah memiliki data outlet, apakah data outlet semesta (universe outlet), data outlet potensial atau data outlet teregister (outlet yang pernah melakukan pembelian).

Akan tetapi saat kita akan menyusun atau mengatur sales territory, kita perlu memastikan validitas data tersebut.

Memang bukan hal yang mudah untuk mendapatkan data yang seratus persen valid, tetapi dengan melakukan validitas data outlet potensial, maka tingkat error data akan dapat kita minimalkan.

Untuk itu perlu kiranya kita melakukan pendataan kembali dan melakukan validitas atas data yang kita miliki, dan jika kita belum memiliki data outlet potensial, maka kita wajib untuk mendapatkannya.

Ada banyak cara untuk mendapatkan data-data outlet potensial tersebut, kita bisa menggunakan satu diantaranya atau melakukan kombinasi dari berbagai cara tersebut dibawah ini :

  • Membentuk team survey untuk melakukan pendataan outlet-outlet potensial di lapangan (cara ini sering dilakukan saat akan membuka area baru).
  • Menggunakan tim penjualan untuk melakukan aktivitas penjualan sekaligus pendataan outlet, (cara ini juga sering digunakan untuk membuka area baru, salesman dilepas di area / wilayah tertentu, biasanya kelurahan atau kecamatan, untuk mendata dan membuka oulet baru).
  • Menggunakan data yang sudah ada, bisa milik kompetitor, data milik prinsipal atau distributor lain (cara ini biasanya dilakukan oleh profesional yang baru bergabung di perusahaan tersebut, dimana ybs biasanya memang memiliki data-data outlet perusahaan sebelumnya).
  • Menggunakan data dengan membeli dari pihak ketiga atau menggunakan jasa dari pihak ketiga seperti lembaga survey untuk melakukan suvey pasar.
  • Menggunakan data dari instansi terkait, misal data apotek dari dinas / departemen kesehatan, data koperasi dari dinas / departemen koperasi atau dari BPS.

POTENSI PENJUALAN

Setelah mengetahui dan memiliki data outlet potensial, maka selanjutnya kita harus mencari data potensi penjualan dari produk kita.

Potensi penjualan adalah seberapa besar kemungkinan atau prosesntase sebuah produk akan dibeli atau dikonsumsi oleh konsumen di sebuah area / rayon atau titik penjualan (outlets).

Ada beberapa indikator untuk mengetahui seberapa besar potensi penjualan sebuah produk di sebuah area atau titik penjualan (outlet), yaitu market share, stock share, display share, dan distribution.

Market Share

Merupakan bagian atau prosentase suatu produk yang dikonsumsi oleh pasar atau konsumen dibandingkan dengan total produk dalam satu kategori yang dikonsumsi dalam satu area atau titik penjualan dalam periode tertentu.

Semakin besar market share suatu produk, itu artinya potensi penjualan produk tersebut di suatu area atau titik penjualan tersebut semakin besar pula.

Stock Share

Merupakan bagian atau prosentase total stock suatu produk dibandingkan total stock semua product dalam satu kategori di satu area atau titik penjualan dalam periode tertentu.

Demikian juga dengan stock share suatu produk, jika semakin besar prosentasenya, hal ini menandakan potensi penjualan yang juga semakin besar.

Display Share

Merupakan bagian atau prosentase total display suatu produk dibandingkan dengan total display semua produk dalam satu kategori di satu area atau titik penjualan.

Display sebuah produk memang tidak langsung berhubungan dengan tingkat penjualan, karena seringkali sebuah produk mengadakan sebuah program yang tentu berhubungan dengan display, seperti sewa gondola / rak / floor, kontes pajangan dan sebagainya.

Yang bisa dijadikan acuan display share adalah rak reguler, di mana pihak toko akan memberikan space yang lebih luas untuk produk yang lebih laku atau memiliki perputaran lebih tinggi.

Distribution

Distribusi adalah sebaran atau pemerataan atau ketersediaan produk di sebuah area atau wilayah penjualan, dimana distribusi ini bisa digunakan sebagai salah satu indikator potensi penjualan di area atau wilayah tersebut.

Ada beberapa jenis distribusi, yaitu :

Numeric Distribution, jumlah outlet terdistribusi di sembarang outlet (outlet semesta), yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen, (ND = Outlet terdistribusi / Outlet Semesta).

Secara sederhana, numeric distribution bisa kita artikan ada tidaknya suatu produk di sembarang outlet.

Weighted Distribution, jumlah produk terdistribusi dibandingkan total produk dalam satu kategori yang terdistribusi di outlet potensial, yang dinyatakan dalam satuan persen, (WD = Total Produk terdistribusi di Potential Outlet / Total Produk dalam satu kategori yang terdistribusi di Potential Outlet).

Secara sederhana weighted distribution bisa kita artikan ada tidaknya suatu produk di outlet yang potensial.

Horizontal Distribution, adalah pemerataan produk yang dilakukan dengan melakukan pembukaan outlet baru (NOO) atau bisa juga dengan penambahan SKU di outlet lama (RO).

Vertical Distribution, adalah tinggi rendahnya ketersediaan suatu produk di outlet (tingkat atau kuantitas atau jumlah suatu produk dalam suatu outlet).

Cara Menghitung Potensi Penjualan

Seperti uraian di atas, ada beberapa indikator untuk melihat potensi penjualan, seperti market share, stoct share, display share dan distribution.

Data-data di atas bisa kita gunakan untuk menghitung tingkat potensi penjualan.

Selain itu kita juga bisa menggunakan data statistik kependudukan, dengan mengalikan jumlah penduduk yang sesuai segement dan target dengan asumsi tingkat konsumsi per penduduk dikalikan sekian persen.

Bisa juga menggunakan benchmarking, yaitu membandingkan dengan penjualan produk tertentu yang kita jadikan tolok ukur, kita bisa ambil sekian persennya.

MENETAPKAN TARGET AREA, TARGET OUTLET dan STANDARD COVERAGE

Setelah kita mengetahui potensi pasar dari produk kita, maka kita masuk ke tahap berikutnya, yaitu menetapkan target area, target outlet dan standard coverage.

Standard coverage perlu ditetapkan, karena berhubungan dengan target area dan target outlet yang harus di-cover dan dikembangkan, dimana target area dan target outlet ini adalah representasi dari target penjualan (potensi outlet dan potensi penjualan).

Target Outlet dan Area

Target outlet dan target area perlu ditetapkan, karena berhubungan dengan area mana saja yang akan di kerjakan (covered) dan outlet mana saja yang harus dikunjungi.

Tentu saja dalam menentukan area yang akan dikerjakan, akan berhubungan dengan potensi pasar (potensi outlet dan potensi penjualan) yang ada di area tersebut.

Kemudian juga berhubungan dengan target penjualan yang hendak dicapai, serta strategi pengembangan wilayah (territory development strategy) apa yang akan digunakan.

Perusahaan yang akan mengembangkan bisnisnya melalui jalur retail (Ret 1, dan Ret 2) akan berbeda dengan perusahaan yang akan menggarap area penjualannya melalui agen atau grosir.

Selain itu faktor sumber daya juga menjadi pertimbangan, termasuk untuk tenaga penjualannya, tenaga pengiriman, kemampuan suplai (stock point) dan lain sebagainya.

Jadi pertama-taman tetapkan :

  • Area mana saja yang akan dikerjakan ?, buat skala prioritasnya.
  • Berapa outlet potensial di area tersebut?
  • Berapa outlet terdaftar yang ada saat ini?, berapa jumlah RO idealnya ? (hubungkan dengan target penjualan).
  • Berapa target pembukaan outlet baru untuk masing-masing type ?
  • Berapa target outlet yang aktif ? tetapkan juga standar untuk outke aktif tersebut.

Hal yang pelu diperhatikan dalam menyusun dan mengembangkan wilayah penjualan (sales territory development) adalah target penjualan atau target pertumbuhan penjualan.

Target penjualan, jika di-breakdown, maka akan menghasilkan :

  • Target penjualan per area, per district, per rayon dst.
  • Target penjualan per sales force atau per sales team.
  • Target penjualan per minggu dan per hari.
  • Taget penjualan per tipe outlet dan per outlet (efffective call).

Dari sekian target tersebut maka akan bisa disusun dan ditetapkan, berapa idealnya standard coverage untuk mencapi target penjualan tersebut.

Sedangkan standard coverage yang perlu ditetapkan adalah standard dari :

  • Call (kunjungan)
  • Effective Call (kunjungan efektif)
  • Outlet Type / Classification (jenis saluran / klasifikasi saluran)
  • Call Cycle (siklus kunjungan)
  • Sales / Sales Team (penjualan per tim)

Call (Kunjungan)

Kunjungan penjualan (sales call) untuk tiap perusahaan bisa berbeda-beda, tergantung jenis industri, jenis tim penjualan / type of sales force, area coverage, jenis outlet dan lainnya.

Bahkan untuk jenis sales force yang sama dalam satu industri, bisa juga memiliki sales call standard yang berbeda, ada banyak faktor yang mempengaruhinya.

Secara umum, beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menyusun sales call standard adalah :

  • Yang berhubungan dengan kondisi geografis, seperti :
    • Area coverage, area sangat menpengaruhi penyusunan standard dari sales call, semakin luas area tersebut, maka jarak tempuh akan semakin besar, yg tentu saja akan mempengaruhi waktu tempuh / perjalanan sales force tersebut.
    • Sebaran outlet atau densitas outlet, outlet dengan densitas tinggi atau mengelompok akan berbeda waktu yang dibutuhkan untuk meng-cover dibandingkan dengan outlet dengan densitas rendah atau menyebar.
    • Kondisi jalan dan situasi jalanan, keduanya sangat mempengaruhi kemampuan salesforce dalam meng-cover outlet.
  • Yang berhubungan dengan jenis tim penjualan / type of sales force, seperti :
    • Setiap jenis sales force memiliki standard sendiri-sendiri, karena memang masing-masing memiliki tugas dan area kerja yang berbeda-beda, misal :
      • Account Sales, target call : 5 – 10 call / day, area kerja biasanya outlet besar seperti hypermarket, supermarket, grosir inti, dan lainnya yang sering kali memiliki aturan kunjungan yang khusus.
      • Taking Order, target call : 7 – 12 call / day, area kerja biasanya outlet yang agak besar, seperti grosir, mini market, intitusi, horeca dan lainnya, juga memiliki aturan khusus untuk kunjungan salesforce.
      • TO Retail, target call : 18 – 22 call / day, area kerja biasanya outlet pengecer (SWHS, R1, R2), tidak banyak aturan khusus dalam hal kunjungan sales force.
      • Canvasser,
      • Task Force,
    • Tugas pokok sales force, sales force untuk produk yang sudah eksis, harusnya memiliki target kunjungan yang lebih banyak dibandingkan dengan sales force dengan produk yang masih baru, termasuk saat sales force membuka outlet baru / area baru, akan berbeda dengan saat sales force tersebut mengerjakan area yang sudah jadi.
    • Jumlah item / SKU yang dibawa, sales force dengan item / SKU yang banyak harus memiliki target kunjungan yang lebih kecil dibandingkan dengan sales force dengan item / SKU yang sedikit.
    • Administrasi dan Sales tools yang digunakan, salesman dengan dukungan sales tools yang lengkap dan sistem administrasi yang simple akan memiliki banyak waktu untuk mengerjakan tugas lapangan.
  • Yang berhubungan dengan Tipe Outlet yang di cover.
    • Beberapa jenis outlet memerlukan tim penjualan dengan skill dan knowledge khusus, serta cara cover yang khusus juga, seperti modern trade atau horeca yang memiliki aturan tertentu, misal supermarket yang seringkali minta dikunjungi dua kali per minggu, dengan jadwal order, tukar TT / penagihan dan pengiriman yang berbeda-beda.
    • Outlet grosir, memang tidak banyak aturan seperti modern trade (terutama chain store), tetapi grosir memiliki waktu luang seringkali di sore hari, sehingga jadwal order / kunjungan akan efektif di sore hari.
    • Outlet ritel tradisional seperti toko kelontong baik R1 maupun R2 relatif tidak banyak aturan, atau hampir-hampir tidak ada, sehingga bisa di buatkan jadwal kunjungan kapan saja.
    • Outlet specialistis, beberapa memiliki aturan khusus, jadwal kunjungan tidak bisa disamakan, contoh frekuensi kunjungan apotik akan berbeda dengan toko boneka, toko alat tulis kantor, toko kaca, tapi akan mendekati sama dengan toko obat (mirip juga dengan tokel).
    • Outlet arus bawah dan dalam pasar, seringkali juga memiliki jadwal kunjungan tertentu, lihat saja, ada beberapa daerah yang memiliki pasar dengan hari pasaran atau hari tertentu.
    • Dan seterusnya.

Setelah mempertimbangkan beberpa hal di atas, maka selanjutnya kita bisa menentukan, berapa standard kunjungan yang hendak ditetapkan untuk masing-masing jenis tim penjualan.

Jangan lupa untuk memperhitungkan juga total jam kerja normal, waktu untuk istirahat dan standar presentasi untuk tiap-tiap jenis aktivitas dan untuk tiap-tiap jenis outlet.

Effective Call (kunjungan efektif)

Setelah kita memiliki standard dari call (kunjungan), maka berikutnya kita harus menentukan standar dari effective call (EC).

Effective call (EC), biasanya berhubungan dengan kondisi produk itu sendiri, dimana produk baru (launching) biasanya akan memiliki EC yang lebih rendah dibandingkan dengan produk lama, dan produk lama juga akan memiliki EC yang lebih rendah dibanding dengan produk yang sudah eksis.

Secara umum target EC biasanya diambil sekian persen dari target kunjungan (call), misal 40% untuk produk baru, 60% untuk produk reguler dan 80% untuk produk yang existing.

Outlet Type / Classification (jenis saluran / klasifikasi saluran)

Seperti penjelasan di atas, setiap jenis outlet atau tipe outlet akan memiliki teknik coverage yang berbeda-beda, hal ini berhubungan dengan sistem dan aturan yang ada dioutlet tersebut dan prilaku outlet tersebut.

Secara umum outlet akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok atau beberapa sektor, seperti modern trade, tradisional trade atau general trade, outlet spesialistis, institusi dan  outlet arus bawah.

Dan juga akan dikelompokan berdasarkan fungsinya, seperti distributor / sub dist, grosir inti, agen, grosir, semi grosir, pengecer besar, pengecer, pengecer kecil, pengecer dalam pasar dan seterusnya.

Masing-masing kelompok memiliki prilaku dan karakteristik yang unik, sehingga di perlukan cara pengerjaan yang unik juga atau sesuai dengan karakteristik kelompok tersebut.

Selain itu, karena jenis outlet yang berbeda tersebut, tim yang meng-cover juga khusus, seperti account sales, taking order, canvasser, task force dan lainnya.

Call Cycle (siklus kunjungan)

Siklus kunjungan atau call cycle juga harus ditetapkan, dimana penetapan ini akan mempengaruhi jumlah outlet yang bisa di cover oleh sales tim.

Ada beberapa siklus kunjungan, seperti :

  • 1 / 4 atau F1,  satu kali kunjungan per 4 minggu atau identik dengan satu periode.
  • 2 / 4 atau F2, dua kali kunjungan per 4 minggu.
  • 4 / 4 atau F4, empat kali kunjungan per 4 minggu atau satu minggu sekali.
  • 8 / 4 atau F8, delapan kali kunjungan per 4 minggu atau satu minggu dua kali.

Siklus kunjungan berhubungan dengan strategi penjualan (dan piutang), seperti berapa lama kredit yang diberikan ke outlet dan aturan dari outlet itu sendiri (beberapa outlet sangat potensial, tetapi tidak bersedia / tidak bisa menumpuk stock dalam jumlah yg besar).

Selain itu faktor jarak juga menjadi pertimbangan, misalkan untuk outlet luar kota, seringkali dicover sebulan sekali, sedangkan dalam kota dicover dua minggu sekali atau satu minggu sekali.

Dan yang lebih penting, call cycle merupakan salah satu strategi penguasaan wilayah penjualan, yaitu dengan sesering mungkin memastikan tersediannya persediaan / barang dan pajangan di outlet.

Sales / Sales Team (penjualan per tim penjualan)

Target Penjualan per Sales Team adalah merupakan hasil perhitungan dari potensi pasar yang hendak dicapai, dan juga merupakan bagian atau breakdown dari target penjualan seluruh wilayah penjualan perusahaan.

Penetapan target penjualan per sales team akan menentukan juga bagaimana wilayah penjualan (sales territory) akan disusun dan dikelola.

Atau jika kita balik, penyusunan dan pengelolaan sales territory sangat menentukan pencapaian target penjualan per sales team, yang berarti menentukan pencapaian penjualan perusahaan tersebut.

Demikian pembahasan kita mengenai Penyusunan dan Pengaturan Sales Territory Management – yang berisi bagaimana mengetahui Market Potential dan bagaimana Menetapkan Standard Coverage.

Pembahasan berikutnya mengenai bagaimana melakukan Mapping dan bagaimana menyusun Rencana Kunjungan atau Call Plan akan kita bahas pada artikel bagian ketiga dengan judul yang sama.

Terima kasih sudah berkunjung ke Blog Distribusi Pemasaran dotcom ini, semoga Anda mendapatkan manfaat.

Salam Sukses Sehat dan Bahagia