4 Metode untuk Mengukur dan Memantau Kepuasan Pelanggan

Agus Octa

MARKETING MANAGEMENT – CUSTOMER SATISFACTION

Ada banyak metode untuk mengukur dan memantau tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index), mulai dari yang paling sederhana hingga yang canggih dengan menggunakan teknologi terkini.

Dan setiap perusahaan akan memiliki metode yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, ada beberapa faktor yang jadi pertimbangannya, seperti sumber daya yang dimiliki perusahaan tersebut.

Berikut adalah beberapa metode yang mudah digunakan untuk memantau (monitoring) dan mengukur (measure) tingkat kepuasan pelanggan.

  • Sistem keluhan dan saran
  • Survey kepuasan pelanggan
  • Ghost shopping
  • Lost customer analysis

Sebagai catatan, menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2007), kepuasan pelanggan atau customer satisfaction adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan.

Sedangkan menurut Umar (2005), kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya.

Seorang pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.

#1 : Sistem Keluhan dan Saran

Sistem keluhan dan saran ini bisa dibuat dengan cara yang sangat sederhana atau dengan sebuah sistem yang canggih dengan melibatkan team khusus yang memanfaatkan teknologi terkini.

Tergantung perusahaan, seberapa penting bagi perusahaan untuk memonitor dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan mereka,

Serta seberapa besar budget yang bisa dialokasikan perusahaan untuk membangun sistem keluhan dan saran ini.

Cara sederhana adalah dengan menyediakan formulir isian untuk para tamu atau pelanggan mereka agar mereka bisa menyampaikan apa yang mereka sukai dan apa yang mereka tidak sukai.

Dalam formulir akan dicantumkan beberapa hal yang ingin diketahui oleh perusahaan, dan konsumen atau pelanggan bisa memberikan pendapat mereka, mulai dari ‘sangat menyukai’ hingga ‘sangat tidak menyukai’.

Misalkan untuk restoran, point yang sering ditanyakan adalah : rasa masakan, kecepatan pelayanan, cara pelayanan (keramahan), dan lain-lain.

Yang disusun seperti ini :

  1. Rasa masakan, [1 – Tidak  enak, .. , 5 – Sangat enak]
  2. Kecepatan pelayanan, [1 – Lambat, .. , 5 – Cepat dan Resposif]
  3. Cara pelayanan (keramahan), [1 – Tidak ramah, .. , 5 – Sangat ramah]
  4. Lainnya (sebutkan) : _______________________________________
  5. Saran Anda : _____________________________________________

Untuk yang lebih komplek bisa dibuat lebih detail lagi, misal dengan menanyakan masakan yang dipesan, berapa kali dalam tiga bulan terakhir datang ke resto ini, apakah bersedia merekomendasikan resto ini ke orang terdekat Anda, dan setersunya.

Angka-angka yang dicentang kemudian dianalisa, termasuk isiannya akan dikelompokan menjadi beberapa kategori untuk dilakukan analisa dan tindakan lenjutannya.

Yang perlu diingat adalah, jangan sampai konsumen / pelanggan asal ngisi, hal ini biasanya terjadi jika pertanyaan yang diberikan terlalu banyak.

Cobalah untuk membuat formulir dengan isian tidak labih dari 5 isian, itu sudah cukup, dan berbentuk pilihan.

Jika harus ada item lain yang hendak diketahui oleh perusahaan bisa menbagi formulir isian menjadi dua atau tiga macam.

Memang akan diisi oleh konsumen / pelanggan yang berbeda, hal ini tidak masalah.

Atau dengan membuat dua bagian dalam satu formulir, bagian utama, hanya berisi tiga sampai lima pertanyaan saja.

Kemudain dibagian yang lain, tanyakan apakah bersedian memberikan informasi yang lebih detail, yang dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan yang lebih detail atau tambahan pertanyaan lagi.

Model ini cukup sederhana dan bisa dipraktekkan di beragam jenis industri, seperti hotel (di kamar / room, resto / cafe, venue yang lain), resto / canteen, rumah sakit / poliklinik, mall / swalayan / apotik, dan lain-lain.

Beberapa perusahaan dengan jumlah pelanggan / konsumen yang lebih besar dan tidak bertemu langsung (di kantor / pabrik), bisa menggunakan model ‘layanan telepon khusus pelanggan’, ‘customer hot-line’, atau layanan khusus dengan media yang lain.

Beberapa perusahaan yang sangat konsen dengan kepuasan pelanggan, biasanya akan membentuk divisi atau bagia khusus untuk menangani keluhan dan saran pelanggan tersebut.

Biasanya disebut divisi atau bagian ‘pelayanan konsumen / pelanggan’ atau ‘consumer / customer service’.

Dengan cara demikian, maka perusahaan akan mendapatkan banyak informasi penting seputar apa yang dianggap penting oleh pelanggan dan konsumen mereka.

Dan juga masukan mengenai berbagai hal yang belum berjalan sebagaimana semestinya, sehingga perusahaan bisa melakukan perbaikan dengan segera.

#2 : Survey Kepuasan Pelanggan

kepuasan pelanggan / customer satisfaction survey

Bentuk kedua yang biasa digunakan perusahaan untuk memantau dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan adalah dengan  melakukan survey kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey).

Model yang menggunakan sistem keluhan dan saran baik dengan formulir ataupun dengan menggunakan media saluran khusus dianggap kurang efektif atau memberikan gambaran kondisi konsumen / pelanggan mereka secara real.

Dalam salah satu survey mengenai apa reaksi konsumen / pelanggan yang tidak puas, memberikan gambaran sebagai berikut :

  • 70% konsumen / pelanggan akan berlaih ke tempat lain.
  • 39% mengatakan terlalu ribet untuk menyampaikan keluhan mereka, apalagi saran.
  • 24% memperingatkan orang lain untuk tidak menggunakan layanan atau produk perusahaan tersebut.
  • 17% akan menyampaikan keluhan mereka ke perusahaan mengenai buruknya pelayanan yang diberikan.
  • 9% akan marah-marah ke pelayan, pramuniaga atau salesman perusahaan tersebut.

Sebagai akibatnya perusahaan akan banyak sekali kehilangan pelanggan dan konsumen mereka jika ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya atau sesuatu yang dipersepsi minus oleh konsumen, tanpa diketahui oleh perusahaan.

Itulah sebabnya perusahaan kemudian mengembangkan model berikutnya, yaitu menggunakan survey kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey).

Jadi perusahaan akan mengirim sejumlah angket atau kuisioner ke sejumlah konsumen / pelanggan mereka, atau dengan menggunakan sampel yang sesuai.

Biasanya konsumen dan pelanggan yang menjadi sampel atau yang dikirimi angket ini minimal terbagi dalam dua kelompok, yaitu konsumen atau pelanggan baru dan pelanggan lama.

Survey ini harus dilakukn secara berkala, ditempat yang sama untuk beberapa periodik untuk melihat perubahan tingkat kepuasan konsumen atau pelangan tersebut.

Perusahaan akan menanyakan beberapa hal, biasanya seputar kinerja pelayanan dan manfaat / benefit produk baik produk sendiri maupun miliki kompetitor.

Model pengukuran dalam survey ada berbagai macam, seperti :

  • Directly reported satisfaction level, pengukuran secara langsung tingkat kepuasan pelanggan terhadap suatu aspek yang sedang diukur, seperti seberapa puas Anda terhadap aspek X, dalam skala 1 .. 5 untuk; “sangat tidak puas,  tidak puas, biasa saja, puas, sangat puas”.
  • Derived dissatisfaction, pengukuran dengan meminta responden untuk menilai tingkat harapan mereka terhadap atribut / aspek tertentu dan tingkat yang mereka rasakan / alami.
  • Problem analysis, dimana responden diminta untuk menuliskan masalah / problem mereka dengan produk atau layanan tertentu serta saran perbaikan dari mereka.
  • Importance / performance rating, dimana responden diminta memberikan penilaian mereka berdasarkan tingkat kepentingan terhadap berbagai aspek / atribut yang ditawarkan perusahaan.

Untuk model yang terakhir, hal ini penting untuk mengetahui tingkat kepentingan konsumen / pelanggan terhadap atribut tersebut.

Apakah penawaran atribut / aspek / elemen tersebut berakibat underperforming untuk elemen / aspek / atribut yang penting dan overperforming untuk sesuatu yang dianggap tidak penting oleh konsumen dan pelanggan.

Selain model diatas, kadang perusahaan bisa juga memberikan survey untuk mengetahui seberapa besar kesediaan konsumen / pelanggan untuk memberikan rekomendasi perusahaan tersebut ke orang lain / orang tersekat mereka (NPS – WOM).

#3 : Ghost Shopping

Metode ketiga adalah ghost shopping, yaitu perusahaan menyewa atau meminta seseorang untuk berpura-pura menjadi konsumen (ghost shopper) perusahaan tersebut.

Ghost shopper akan melakukan aktivitas yang sama seperti konsumen dan pelanggan pada umumnya, dan melakukan penilaian untuk beberapa point tertentu, seperti begaimana mereka melakukan pelayanan.

Hasil dari aktivitas tersebut akan dilaporkan ke manajemen perusahaan untuk dilakukan analisa lebih lanjut.

Selain menggunakan aktivitas normal, seringkali ghost shopper ini akan melakukan tindakan tertentu, seperti memberikan keluhan atau sedikit berulah untuk melihat bagaimana team menangani hal tersebut.

Model ghost shopping ini tergolong sederhana, dan bisa dikerjakan baik dalam skala kecil (untuk beberapa institusi / unit)  maupun dalam skala besar dimana perusahaan memiliki banyak unit bisnis / cabang yang harus dicek (biasanya akan ditangani oleh agency tertentu).

Cara lain adalah manajer meminta seseorang untuk melakukan panggilan telepon, baik untuk menanyakan seputar produk atau menyampaikan keluhan.

Tujuannya untuk mengetahui bentuk pelayanan via telephone tersebut, dan bagaimana mereka menangani komplain pelanggan yang melalui telephone.

Singapore Airlines menggunakan teknik ini untuk memantau dan mengukur kinerja awak pesawatnya, yaitu dengan mengirimkan staff mereka yang berpura-pura menjadi penumpang pada umumnya untuk melakukan inspeksi beberapa point pelayanan selama penerbangan berlangsung.

#4 : Lost Customer Analysis

Metode berikutnya yang digunakan untuk monitoring dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah lost customer analysis.

Secara sederhana, perusahaan akan berusaha menghubungi para pelanggan mereka yang sudah tidak melakukan transaksi lagi atau yang berpindah ke perusahaan / institusi lain.

Proses exit intervew ini secara umum untuk mengetahui mengapa mereka tidak lagi menjadi pelanggan perusahaan, apa penyebabnya, apa saran dari mereka, jika mungkin bagaimana mereka bisa kembali menjadi pelanggan perusahaan lagi.

Ada beberap poin yang ditanyakan, seperti :

  • Apakah kualitas produk jelek, atau mengalami penurunan ?
  • Apakah pelayanan perusahaan jelek, atau mengalami penurunan ?
  • Apakah harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan ekpektasi mereka?
  • Dan seterusnya.

Pertanyaan tersebut diatas, masih bisa didetailkan lagi, seperti, untuk kualitas produk, dari sisi apa / bagian apa yang jelek / menurun?.

Setelah itu perusahaan harus memantau tingkat kehilangan pelanggan (customer loss rate) serta melakukan analisa untuk mencari penyebabnya.

Apakah solusi yang diberikan atas exit interview tersebut masih kurang tepat?

Ataukah implementasi dari program / solusi tersebut yang masih kurang tepat.

Hal semacam ini harus dilakukan secara terus menerus, agar perusahaan bisa memberikan atau memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen / pelanggan dan mampu meningkatkan kepuasan pelanggan tersebut.

Baca juga :

Yang harus Diperhatikan Saat Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan

Saat perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan / konsumen mereka, maka harus memperhatikan beberapa hal berikut ini, yaitu :

Perbedaan Persepsi Tiap Pelanggan

Saat konsumen / pelanggan memilih atau menyatakan tingkat kepuasan mereka terhadap salah elemen kinerja yang ditanyakan, hal tersebut bisa memiliki arti yang sangat beragam.

Misal, perusahaan menanyakan elemen tingkat kepuasan pelanggan atas kecepatan penyerahan barang.

Saat konsumen / pelanggan menyatakan puas atau sangat puas, maka hal ini bisa memiliki banyak sekali arti, seperti :

  • Puas / sangat puas karena barang diserahkan sesuai janji / jadwal atau tepat waktu.
  • Puas / sangat puas karena barang diserahkan lebih awal dari janji / jadwal.
  • Puas / sangat puas jarena barang diserahkan dalam keadaan baik, tidak kurang satu apapun, meski barang diserahkan sedikit terlambat.

Dari sini, kita bisa lihat, bahwa semua konsumen / pelanggan menyatakan tingkat kepuasan mereka dengan “puas” atau “sangat puas”, anggap ketiganya menjawab sama puas atau sangat puas.

Tetapi saat kita explorasi lebih dalam lagi, ternyata alasan kepuasan mereka bertiga berbeda-beda.

Yang pertama, menganggap ketepatan waktu itu penting, sesuai jadwal atau yang dijanjikan akan memberikan kepuasan bagi dirinya.

Yang kedua memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga semakin cepat barang diserahkan, bagi dirinya itu semakin baik, dan tentu akan meningkatkan kepuasan mereka.

Saat barang yang pertama bisa diserahkan lebih cepat, maka pelanggan ini akan merasa puas, namun begitu barang berikutnya diserahkan sesuai jadwal atau tepat waktu, maka tingkat kepuasannya akan menurun, karena standarnya telah berubah.

Hal yang demikian tidak terjadi pada pelanggan yang pertama.

Untuk pelanggan yang ketiga, pelanggan ini lebih fokus ke kondisi barang yang mereka pesan, mengenai ketepatan waktu, tetap menjadi perhatian, tetapi dia memiliki sedikit toleransi mengenai waktu ini.

Jika demikian, bagaimana perusahaan harus merumuskan penyerahan barang yang baik yang bisa memberikan kepuasan kepada ketiga pelanggannya tersebut.

Inkonsistensi (inconsistency) Bentuk Pelayanan

Inkonsistensi atau ketidak konsistenan dari bentuk pelayanan yang diberikan oleh perusahaan atau individu / person dari perusahaan, misal tenaga penjualan.

Jika perusahaan tidak memiliki standar yang baku untuk berbagai bentuk aktivitas pelayanan mereka, maka konsumen atau pelanggan juga akan menjadi bingung manakala harus menjawab tingkat kepuasan mereka atas pelayanan yang diberikan, karena selalu atau sering berubah ubah dengan berbagai alasan.

Jadi sebelum melakukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan terhadap satu atau lebih elemen, maka perusahaan wajib untuk membakukan atau menstandarkan terlebih dahulu bentuk pelayanan untuk elemen tersebut.

Manipulasi Data

Kadang beberapa karyawan bagian terkait, merasa takut ketika akan diadakan survey untuk melihat kinerja pelayanan (service performance) mereka.

Sehingga mereka berusaha bagaimana caranya agar pelayanan mereka yang kurang baik tidak diketahui oleh team audit.

Misalkan dengan hanya memberikan data-data para pelanggan yang memang sudah dilayani dengan baik, dan menyembunyikan data-data dari mereka yang tidak dilayani dengan baik.

Pelayanan yang kurang baik ini, biasanya bukan karena standar pelayanan mereka yang berubah, tetapi kadang ada beberapa pelanggan yang sedikit lebih cerewet, dan karyawan yang bersangkutan tidak sabaran dalam melayani mereka.

Demikian pembahasan kita mengenai 4 metode untuk mengukur dan memantau tingkat kepuasan pelanggan atau konsumen kita.

Selain empat diatas, tentu saja masih ada cara-cara yang lain yang digunakan perusahaan, baik dengan kombinasi atau dengan pengembangan dari beberapa metode diatas.

Selain itu, saat ini dengan adanya internet dan sosial media, proses pemantauan dan pengukuran customer satisfaction level bisa lebih akurat dan lebih cepat lagi.

Survey bisa dilakukan via internet, baik dengan aplikasi khusus, via blog / portal / situs perusahaan atau melalui sosial media yang mewakili perusahaan.

Terma kasih sudah akses blog Distribusi Pemasaran Dotcom, semoga bermanfaat.

Salam Sukses Sehat dan Bahagia

Picture : Freepix